Kesehatan

Harga Tidak Menentukan Kualitas Obat

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Sabtu, 07 Oktober 2023
Harga Tidak Menentukan Kualitas Obat

Kualitas obat tak sebanding lurus dengan harganya. (Foto: Unsplash/Christine Sandu)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

HARGA tidak memengaruhi kualitas obat yang beredar di pasaran. Obat dengan harga murah, bukan berarti tidak memiliki khasiat optimal untuk menyembuhkan penyakit.

Sebuah studi terbaru dari Systematic Tracking of At-Risk Medicines (STARmeds) menemukan bahwa produk obat yang harganya 10 kali lipat lebih mahal nyatanya memiliki kualitas sama dengan produk sejenis berharga lebih rendah. Hal tersebut dibuktikan melalui 1.274 sampel obat yang diteliti bersama Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Imperial College London, dan Erasmus University Rotterdam.

Baca Juga:

Obat Tetes Mata Sebabkan Kebutaan Hingga Kematian di AS

Prof. Dr. apt. Yusi Anggriani, M.Kes, Co-Principal Investigator of STARmeds mengatakan latar belakang penelitian ini datang dari pertanyaan publik yang ingin mengetahui apakah obat murah, bahkan gratis memang berkualitas. "Kami tertarik untuk untuk melihat apakah harga obat akan selalu berbanding lurus dengan kualitasnya," ujar Yusi saat ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

Prof. Dr. apt. Yusi Anggriani. (Foto: Starmeds)

Studi ini menggunakan sampel dari lima jenis obat, termasuk antibiotik (amoksisilin & cefixime), obat asam urat (allopurinol), obat untuk tekanan darah tinggi (amlodipine), dan steroid (dexamethasone). Sampel tersebut berasal dari rumah sakit, apotek, dan platform e-commerce di wilayah Jabodetabek, serta di wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia Bagian Barat, Tengah, dan Timur, termasuk Medan/Labuhan Batu; Surabaya/Kabupaten Malang; dan Kupang/Timor Tengah Selatan.

Hasilnya, hampir sepertiga obat sampel yang dibeli harganya lebih dari 10 kali harga produk setara termurah, dan 10 persen sampel obat dengan harga tertinggi dihargai lebih dari 30 kali lipat harga terendah. Padahal, kualitas obat-obat ini sama.

Baca Juga:

BPOM Rilis 1.108 Produk Obat Sirop Aman Konsumsi

Selain itu, pengujian kualitas pada antibiotik memiliki tingkat kegagalan tinggi dibandingkan obat-obatan lain. Prevalensi gagal pengujian dalam laboratorium yang telah disesuaikan dengan volume pasar untuk antibiotik adalah 6,8 persen atau dua kali lipat lebih dari 3,1 persen yang diperkirakan untuk non-antibiotik.

Sebagian besar obat palsu dibeli dari penjual tidak resmi di online marketplace. (Foto: Unsplash/Wengang Zhai)

“Ini mengkhawatirkan, jika obat antibiotik tidak melepaskan cukup bahan aktif ke aliran darah pasien, mereka mungkin hanya membunuh bakteri yang rentan tetapi tidak membunuh bakteri resisten yang dapat mengakibatkan penyebaran infeksi yang resisten.”

Tak hanya itu, penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar obat palsu yang terkonfirmasi (15 dari 21 obat) dibeli dari penjual tidak resmi di online marketplace.

Penelitian STARmeds ini mendukung kegiatan rutin sampling obat yang dilakukan oleh BPOM sebagai bagian pengawasan obat di pasar. STARmeds juga merekomendasikan adanya sistem data informasi obat yang saling terkoneksi antara lembaga pemerintah terkait. (ikh)

Baca Juga:

Jeruk Nipis dan Kecap, Benarkah dapat jadi Obat Radang?

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Indonesia
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Langkah ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 02 Oktober 2025
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Bagikan