Harga Komoditas dan Proteksionisme Pangan Berisiko Bikin Stagflasi


Bank Indonesia. (Foto: Antara).
MerahPutih.com - Inflasi telah menjadi fokus utama para pemangku kebijakan karena terus meningkat di berbagai belahan dunia. Pendorong utamanya adalah kenaikan harga komoditas dan disrupsi rantai pasok.
Bank Indonesia (BI) mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti serta memperkuat respons bauran kebijakan moneter dengan memperkuat operasi moneter.
Baca Juga:
BI Proyeksikan Inflasi di Tahun Ini Melonjak
BI memprediksi Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga 75 basis poin pada bulan ini, seiring besarnya tekanan perekonomian di Amerika Serikat dan negara-negara maju.
"Pada Juli kami ramalkan ini (suku bunga The Fed) meningkat 75 basis poin. Ini menggambarkan kondisi pasar keuangan global ketidakpastiannya makin meningkat," ujarnya.
Ia menjelaskan, tingginya harga komoditas dan terkereknya inflasi di Amerika Serikat, juga berbagai belahan dunia, membawa tekanan bagi perekonomian global. Untuk itu, BI menilai bahwa pertumbuhan ekonomi global bisa turun hingga mencapai level 2,2 persen tahun ini.
Selain itu, terdapat pula tekanan karena kebijakan proteksionisme dari berbagai negara karena banyak negara yang melarang atau membatasi ekspor komoditas tertentu untuk mengamankan pasokan di dalam negeri. Terutama komoditas pangan, sehingga harga secara global mengalami kenaikan.
Wira menilai, berbagai tekanan tersebut bisa meningkatkan risiko stagflasi. Di negara maju, lanjutnya, kondisi itu dapat direspons dengan peningkatan suku bunga acuan.
"Kondisinya, inflasi global meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang," ujarnya.
Di tengah gempuran inflasi dan tekanan pada perekonomian global, BI memutuskan mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen dan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen serta suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
Stagflasi merupakan kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi kondisi ini biasanya diikuti dengan kenaikan harga-harga atau inflasi. Stagflasi juga bisa didefinisikan sebagai kondisi pada sebuah periode inflasi yang dikombinasikan dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB). (Asp)
Baca Juga:
Inflasi Melonjak, Pemerintah Harus Jaga Daya Beli Warga
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

Biar Rakyat Senang Saat Belanja, Mendagri Perintahkan Daerah Tahan Inflasi Maksimal di 3,5 Persen

Harga Beras Berikan Kontribusi Inflasi Terbesar Kelompok Pangan Setelah Bawang Merah

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta

Bank Indonesia Bongkar Rahasia Mengapa Ekonomi Jakarta Melaju Kencang di Kuartal III 2025

Pedagang Tolak Transaksi Uang Logam Rp 100 dan Rp 200 Bisa Dipidana, BI Sebut Hukumannya 1 Tahun Bui

KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana CSR BI dan OJK ke Partai Politik
