Gunung Everest Bertambah Tinggi 50 Meter, ini Penyebabnya

Soffi AmiraSoffi Amira - Selasa, 01 Oktober 2024
Gunung Everest Bertambah Tinggi 50 Meter, ini Penyebabnya

Alasan mengapa Gunung Everest bertambah tinggi 50 meter. Foto: Unsplash/Rohit Tandon

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.com - Berdasarkan penelitian yang dilakukan baru-baru ini mengungkapkan, bahwa Gunung Everest telah bertambah tinggi hingga 50 meter (160 kaki) dalam 85.000 tahun terakhir.

Hal ini terjadi karena jaringan sungai di dekatnya telah memotong lanskap di sekitar gunung, sehingga mendorong puncaknya semakin ke atas.

Kemudian, erosi dari sungai itu menciptakan jurang besar dan menyebabkan Gunung Everest tumbuh hingga dua milimeter setiap tahunnya.

Jumlahnya mungkin tidak terlalu banyak, tetapi para peneliti telah menunjukkan seberapa besar perubahan permukaan planet kita seiring berjalannya waktu.

Baca juga:

Penelitian Ungkap Bumi Punya Cincin seperti Saturnus Jutaan Tahun Lalu

Perubahan Gunung Everest Pengaruhi Permukaan Bumi

Gunung Everest masih terus berkembang
Gunung Everest masih terus berkembang. Foto: Unsplash/Julius Zetzsche

Rekan penulis studi dan mahasiswa PhD dari UCL Earth Sciences, Adam Smith mengatakan, Gunung Everest adalah mitos dan legenda yang luar biasa dan masih terus berkembang.

“Penelitian kami menunjukkan, bahwa ketika sistem sungai di dekatnya semakin dalam, hilangnya material menyebabkan gunung tersebut semakin naik ke atas," ujar Smith dikutip dari Metro UK, Selasa (1/10).

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience ini mengamati tingkat erosi di Sungai Arun, Kosi, dan sungai-sungai lainnya di wilayah tersebut.

Mereka menyimpulkan, Sungai Arun bergabung dan menyatu dengan jaringan sungai Kosi sekitar 89.000 tahun lalu. Hal itu menyebabkan adanya lebih banyak air yang dialirkan melalui sungai Kosi, sehingga meningkatkan kekuatan erosinya.

Baca juga:

Ilmuwan Ungkap bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Bangun Piramida

Semakin banyaknya daratan yang tersapu, maka hal itu memicu peningkatan laju pengangkatan, sehingga mendorong puncak gunung semakin tinggi.

Sementara itu, penulis utama dari China University of Geosciences, Dr Xu Han menambahkan, perubahan ketinggian Gunung Everest benar-benar menyoroti sifat dinamis permukaan bumi.

“Interaksi antara erosi sungai Arun dan tekanan ke atas mantel bumi memberi dorongan pada Gunung Everest, kemudian mendorongnya lebih tinggi dari yang seharusnya," jelasnya.

Diketahui, Gunung Everest memiliki tinggi 8.849 meter (29.032 kaki) dan sekitar 250 meter (820 kaki) lebih tinggi dari puncak tertinggi kedua di pegunungan Himalaya, Nepal.

Baca juga:

Ilmuwan Temukan Gunung Bawah Laut, Tingginya 4 Kali Burj Khalifa

Namun, Everest dianggap sedikit terbuang karena tiga puncak tertingginya, yaitu K2, Kangchenjunga, dan Lhotse. Semuanya hanya berbeda sekitar 120 meter (393 kaki) satu sama lain.

Para ahli juga mengatakan, hal ini dapat dijelaskan oleh gaya angkat yang disebabkan tekanan dari bawah kerak Bumi, setelah sungai di dekatnya mengikis sejumlah besar batu dan tanah.

Proses tersebut menyebabkan sebagian kerak Bumi melayang ke atas, karena tekanan kuat di bawah Bumi lebih besar dibanding gaya gravitasi ke bawah.

Saat ini, Sungai Arun mengalir ke timur Gunung Everest dan menyatu di hilir dengan sistem sungai Kosi yang lebih besar.

Selama ribuan tahun, Sungai Arun telah membuat jurang besar di sepanjang tepiannya, kemudian menghanyutkan miliaran ton tanah dan sedimen.

Everest bukan satu-satunya puncak yang terpengaruh dari percepatan pertumbuhan ini. Puncak tertinggi keempat dan kelima di dunia, Lhotse dan Makalu, juga mengalami pertumbuhan akibat erosi sungai.

Dr Matthew Fox dari UCL Earth Sciences mengatakan, Gunung Everest dan puncak-puncak di sekitarnya tumbuh karena pantulan isostatik yang mengangkatnya lebih cepat daripada erosi yang melemahkannya.

“Kami dapat melihat pertumbuhannya sekitar dua milimeter per tahun dengan menggunakan instrumen GPS dan sekarang kami memiliki pemahaman yang lebih baik tentang apa yang mendorong pertumbuhan tersebut," tambahnya. (sof)

#Mount Everest #Penelitian #Sains
Bagikan
Ditulis Oleh

Soffi Amira

Berita Terkait

Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Fun
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Strawberry Moon bukan berarti bulan berwarna merah muda. Simak fakta menarik tentang fenomena langit langka yang hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali ini.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 12 Juni 2025
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Dunia
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Stuart Semple klaim ciptakan warna cat baru hasil eksperimen ilmiah.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 26 April 2025
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Fun
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Ilmuwan temukan warna ‘olo’ — biru-hijau super pekat yang hanya terlihat dengan teknologi laser Oz.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 21 April 2025
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Bagikan