Gunung Everest Bertambah Tinggi 50 Meter, ini Penyebabnya


Alasan mengapa Gunung Everest bertambah tinggi 50 meter. Foto: Unsplash/Rohit Tandon
MerahPutih.com - Berdasarkan penelitian yang dilakukan baru-baru ini mengungkapkan, bahwa Gunung Everest telah bertambah tinggi hingga 50 meter (160 kaki) dalam 85.000 tahun terakhir.
Hal ini terjadi karena jaringan sungai di dekatnya telah memotong lanskap di sekitar gunung, sehingga mendorong puncaknya semakin ke atas.
Kemudian, erosi dari sungai itu menciptakan jurang besar dan menyebabkan Gunung Everest tumbuh hingga dua milimeter setiap tahunnya.
Jumlahnya mungkin tidak terlalu banyak, tetapi para peneliti telah menunjukkan seberapa besar perubahan permukaan planet kita seiring berjalannya waktu.
Baca juga:
Penelitian Ungkap Bumi Punya Cincin seperti Saturnus Jutaan Tahun Lalu
Perubahan Gunung Everest Pengaruhi Permukaan Bumi
Rekan penulis studi dan mahasiswa PhD dari UCL Earth Sciences, Adam Smith mengatakan, Gunung Everest adalah mitos dan legenda yang luar biasa dan masih terus berkembang.
“Penelitian kami menunjukkan, bahwa ketika sistem sungai di dekatnya semakin dalam, hilangnya material menyebabkan gunung tersebut semakin naik ke atas," ujar Smith dikutip dari Metro UK, Selasa (1/10).
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience ini mengamati tingkat erosi di Sungai Arun, Kosi, dan sungai-sungai lainnya di wilayah tersebut.
Mereka menyimpulkan, Sungai Arun bergabung dan menyatu dengan jaringan sungai Kosi sekitar 89.000 tahun lalu. Hal itu menyebabkan adanya lebih banyak air yang dialirkan melalui sungai Kosi, sehingga meningkatkan kekuatan erosinya.
Baca juga:
Ilmuwan Ungkap bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Bangun Piramida
Semakin banyaknya daratan yang tersapu, maka hal itu memicu peningkatan laju pengangkatan, sehingga mendorong puncak gunung semakin tinggi.
Sementara itu, penulis utama dari China University of Geosciences, Dr Xu Han menambahkan, perubahan ketinggian Gunung Everest benar-benar menyoroti sifat dinamis permukaan bumi.
“Interaksi antara erosi sungai Arun dan tekanan ke atas mantel bumi memberi dorongan pada Gunung Everest, kemudian mendorongnya lebih tinggi dari yang seharusnya," jelasnya.
Diketahui, Gunung Everest memiliki tinggi 8.849 meter (29.032 kaki) dan sekitar 250 meter (820 kaki) lebih tinggi dari puncak tertinggi kedua di pegunungan Himalaya, Nepal.
Baca juga:
Ilmuwan Temukan Gunung Bawah Laut, Tingginya 4 Kali Burj Khalifa
Namun, Everest dianggap sedikit terbuang karena tiga puncak tertingginya, yaitu K2, Kangchenjunga, dan Lhotse. Semuanya hanya berbeda sekitar 120 meter (393 kaki) satu sama lain.
Para ahli juga mengatakan, hal ini dapat dijelaskan oleh gaya angkat yang disebabkan tekanan dari bawah kerak Bumi, setelah sungai di dekatnya mengikis sejumlah besar batu dan tanah.
Proses tersebut menyebabkan sebagian kerak Bumi melayang ke atas, karena tekanan kuat di bawah Bumi lebih besar dibanding gaya gravitasi ke bawah.
Saat ini, Sungai Arun mengalir ke timur Gunung Everest dan menyatu di hilir dengan sistem sungai Kosi yang lebih besar.
Selama ribuan tahun, Sungai Arun telah membuat jurang besar di sepanjang tepiannya, kemudian menghanyutkan miliaran ton tanah dan sedimen.
Everest bukan satu-satunya puncak yang terpengaruh dari percepatan pertumbuhan ini. Puncak tertinggi keempat dan kelima di dunia, Lhotse dan Makalu, juga mengalami pertumbuhan akibat erosi sungai.
Dr Matthew Fox dari UCL Earth Sciences mengatakan, Gunung Everest dan puncak-puncak di sekitarnya tumbuh karena pantulan isostatik yang mengangkatnya lebih cepat daripada erosi yang melemahkannya.
“Kami dapat melihat pertumbuhannya sekitar dua milimeter per tahun dengan menggunakan instrumen GPS dan sekarang kami memiliki pemahaman yang lebih baik tentang apa yang mendorong pertumbuhan tersebut," tambahnya. (sof)
Bagikan
Soffi Amira
Berita Terkait
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali

Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif

Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo

Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
