Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang

Wisnu CiptoWisnu Cipto - Rabu, 14 Mei 2025
Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) bersama hakim anggota Daniel Yusmic (kiri) dan Guntur Hamzah (kanan). ANTARA FOTO/Fauzan/nym.

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati nomor urut 1 Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas kemenangan lawannya dalam pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Barito Utara 2024.

Mereka menggugat Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, yang menang tipis dalam Pilkada. Paslon nomor urut 1 itu hanya meraih 42.239 suara (49,80 persen), sedangkan lawannya meraup 42.578 suara (50,20 persen).

Pada perkara ini, Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo mempermasalahkan hasil PSU karena menduga pasangan Akhmad-Sastra telah melakukan praktik politik uang.

Baca juga:

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, DPR RI: Harus Antisipasi Politik Uang

MK meyakini kebenaran dalil politik uang saat sidang. Akhmad dan Sastra dinyatakan terbukti melakukan pembelian suara melalui koordinator lapangan yang bertugas membagikan uang kepada calon pemilih.

Namun, paslon penggugat ternyata juga terbukti melakukan praktik haram yang sama sehingga MK mendiskualifikasi seluruh pasangan peserta Pilkada Barito Utara.

"Menyatakan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024," kata Ketua MK Suhartoyo, membacakan amar Putusan Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 di Jakarta, Rabu (14/5).

Baca juga:

Tak Jalankan Rekomendasi Bawaslu, KPU Barito Utara Dianggap 'Main Mata'

Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan paslon nomor urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp 16 juta per pemilih. Bahkan, salah satu saksi di persidangan mengaku menerima total uang Rp 64 juta untuk satu keluarga.

Pembelian suara pemilih juga dilakukan untuk memenangkan paslon nomor urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp 6,5 juta untuk satu pemilih. Salah seorang saksi yang menerima uang sebanyak Rp 19,5 untuk satu keluarga, bahkan mengaku dijanjikan umrah apabila paslon tersebut menang PSU.

"Praktik demikian benar-benar telah merusak dan mendegradasi pemilihan umum yang jujur dan berintegritas. Dengan demikian, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan diskualifikasi terhadap pasangan calon," tandas Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, dikutip Antara. (*)

#Pilkada 2024 #Mahkamah Konstitusi #Politik Uang
Bagikan
Ditulis Oleh

Wisnu Cipto

Berita Terkait

Indonesia
TB Hasanuddin: Tanpa Putusan MK Pun Polisi Aktif Tidak Boleh Isi Jabatan Sipil
Putusan MK terbaru yang melarang anggota Polri aktif mengisi jabatan sipil harus dijalankan pemerintah tanpa penafsiran tambahan.
Wisnu Cipto - Senin, 17 November 2025
TB Hasanuddin: Tanpa Putusan MK Pun Polisi Aktif Tidak Boleh Isi Jabatan Sipil
Indonesia
Putusan MK Memangkas HGU di IKN Jadi 95 Tahun Harus Diikuti Regulasi agar Tidak Menimbulkan Keraguan Investor
“Perlu juga mempertimbangkan dampak putusan ini terhadap investasi dan pembangunan di IKN,” ujar Indrajaya, anggota Komisi II DPR RI
Frengky Aruan - Minggu, 16 November 2025
Putusan MK Memangkas HGU di IKN Jadi 95 Tahun Harus Diikuti Regulasi agar Tidak Menimbulkan Keraguan Investor
Indonesia
Concurring Opinion Hakim MK, Bakal Jadi Alasan Polisi Tempati Jabatan Lembaga Sipil
Putusan MK telah memberikan batasan yang jelas mana saja institusi yang bisa diisi anggota kepolisian.
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 16 November 2025
Concurring Opinion Hakim MK, Bakal Jadi Alasan Polisi Tempati Jabatan Lembaga Sipil
Indonesia
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
Dengan kewenangan besar yang melekat pada MK, ia menilai wajar bila ada pihak-pihak yang mencoba memengaruhi putusan.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 14 November 2025
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
Indonesia
DPR Minta Polri Segera 'Move On', Putusan MK Wajib Dilaksanakan dan Polisi Aktif Harus Tentukan Sikap
Ia menilai putusan MK sangat krusial dalam upaya menjaga prinsip netralitas, profesionalisme, dan batasan kewenangan antar lembaga negara
Angga Yudha Pratama - Jumat, 14 November 2025
DPR Minta Polri Segera 'Move On', Putusan MK Wajib Dilaksanakan dan Polisi Aktif Harus Tentukan Sikap
Indonesia
MK Larang Polisi Aktif Duduk di Jabatan Sipil, Pakar Hukum Sebut masih Ada ‘Celah’
Pembatasan hanya berlaku bagi anggota Polri yang hendak mengisi jabatan politik, seperti menjadi anggota DPR, kepala daerah, atau menteri.
Dwi Astarini - Jumat, 14 November 2025
MK Larang Polisi Aktif Duduk di Jabatan Sipil, Pakar Hukum Sebut masih Ada ‘Celah’
Indonesia
MK Larang Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil, DPR Tegaskan Tak Ada Ruang Penundaan
Anggota Komisi III DPR RI meminta Polri mematuhi putusan MK yang melarang polisi aktif duduki jabatan sipil, tegaskan putusan itu bersifat final dan mengikat.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 14 November 2025
MK Larang Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil, DPR Tegaskan Tak Ada Ruang Penundaan
Indonesia
MK Putuskan HGU IKN Jadi 95 Tahun, Komisi II DPR: Harus Diikuti Regulasi yang Jelas
Anggota Komisi II DPR RI menyambut baik putusan MK yang memangkas masa HGU di IKN menjadi 95 tahun dan meminta pemerintah segera menyiapkan regulasi turunan.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 14 November 2025
MK Putuskan HGU IKN Jadi 95 Tahun, Komisi II DPR: Harus Diikuti Regulasi yang Jelas
Indonesia
Putusan MK: Polri Aktif Wajib Mundur dari Jabatan Sipil, DPR Minta Perubahan Norma UU Polri
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian sebenarnya memberikan legitimasi bagi penempatan perwira tinggi Polri di luar institusi
Angga Yudha Pratama - Jumat, 14 November 2025
Putusan MK: Polri Aktif Wajib Mundur dari Jabatan Sipil, DPR Minta Perubahan Norma UU Polri
Indonesia
MK Putuskan Polisi Aktif Dilarang Jabat di Luar Institusi, Mabes: Itu Berdasar Permintaan
Putusan ini membuat polisi harus mengundurkan diri secara pemanen dan tak lagi berstatus anggota aktif Polri jika hendak menjabat di luar institusi Polri.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 13 November 2025
MK Putuskan Polisi Aktif Dilarang Jabat di Luar Institusi, Mabes: Itu Berdasar Permintaan
Bagikan