Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) bersama hakim anggota Daniel Yusmic (kiri) dan Guntur Hamzah (kanan). ANTARA FOTO/Fauzan/nym.
MerahPutih.com - Pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati nomor urut 1 Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas kemenangan lawannya dalam pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Barito Utara 2024.
Mereka menggugat Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, yang menang tipis dalam Pilkada. Paslon nomor urut 1 itu hanya meraih 42.239 suara (49,80 persen), sedangkan lawannya meraup 42.578 suara (50,20 persen).
Pada perkara ini, Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo mempermasalahkan hasil PSU karena menduga pasangan Akhmad-Sastra telah melakukan praktik politik uang.
Baca juga:
Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, DPR RI: Harus Antisipasi Politik Uang
MK meyakini kebenaran dalil politik uang saat sidang. Akhmad dan Sastra dinyatakan terbukti melakukan pembelian suara melalui koordinator lapangan yang bertugas membagikan uang kepada calon pemilih.
Namun, paslon penggugat ternyata juga terbukti melakukan praktik haram yang sama sehingga MK mendiskualifikasi seluruh pasangan peserta Pilkada Barito Utara.
"Menyatakan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024," kata Ketua MK Suhartoyo, membacakan amar Putusan Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 di Jakarta, Rabu (14/5).
Baca juga:
Tak Jalankan Rekomendasi Bawaslu, KPU Barito Utara Dianggap 'Main Mata'
Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan paslon nomor urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp 16 juta per pemilih. Bahkan, salah satu saksi di persidangan mengaku menerima total uang Rp 64 juta untuk satu keluarga.
Pembelian suara pemilih juga dilakukan untuk memenangkan paslon nomor urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp 6,5 juta untuk satu pemilih. Salah seorang saksi yang menerima uang sebanyak Rp 19,5 untuk satu keluarga, bahkan mengaku dijanjikan umrah apabila paslon tersebut menang PSU.
"Praktik demikian benar-benar telah merusak dan mendegradasi pemilihan umum yang jujur dan berintegritas. Dengan demikian, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan diskualifikasi terhadap pasangan calon," tandas Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, dikutip Antara. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
MK Tolak Rakyat Berhentikan Anggota DPR yang Nyeleneh, PAW Tetap Jadi Monopoli Partai Politik
HGU 190 Tahun Dibatalkan, Basuki Hadimuljono Tegaskan Putusan MK tak Ganggu Kepastian Investasi di IKN
Iwakum Nilai Kesaksian Pemerintah Justru Ungkap Kelemahan Pasal 8 UU Pers
MK Batalkan HGU 190 Tahun, Nusron Wahid: Kita Ikuti Keputusan Hukum
Masa HGU di IKN Dipangkas, Komisi II DPR Dorong Kajian Regulasi Tanpa Ganggu Investasi
DKPP Ungkap 31 Perkara Politik Uang di Pemilu dan Pilkada 2024, Perlunya Sinergi Kuat dari Bawaslu hingga KPU
Mahasiswa Uji Materi UU MD3, Ketua Baleg DPR: Bagian dari Dinamika Demokrasi
Patuhi Putusan MK, Polri Tarik Irjen Argo Yuwono Dari Kementerian UMKM
Kemenaker Tunda Pengumuman Upah Minimum 2026, Aturan Baru Masih Dibahas