Gibran dan Bobby Lebih Etis Maju Pilkada Jika Jokowi Sudah Tak Lagi Presiden
Analis politik Jeirry Sumampouw nilai Gibran dan Bobby tidak etis maju di Pilkada saat Jokowi masih Presiden (Foto: Dok Pribadi)
MerahPutih.Com - Pengamat politik Jeirry Sumapouw menilai, majunya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution di Pilkada Serentak 2020 sebagai fenomena menguatnya politik dinasti.
Jeirry kemudian mengambil contoh Amerika Serikat (AS). Di AS, kata Jerry, ada dinasti Kennedy, dinasti Bush.
Baca Juga:
Pengamat Nilai Warga Solo Ragukan Kualitas Gibran Lantaran Belum Berprestasi
Tapi tidak saat Presiden Bush berkuasa, anaknya dijadikan pemimpin setelahnya atau didistribusikan supaya anaknya itu menjadi pemimpin di daerah.
"Jadi dia melakukan kerja-kerja politik untuk branding tentang dirinya juga, artinya untuk dapat positioning di tingkat masyarakat sendiri, bukan nebeng dari bapaknya atau dari keluarganya," terangnya kepada wartawan yang dikutip di Jakarta, Selasa (24/12).
Kalau yang ada di Indonesia sekarang, terkesan aji mumpung. Padahal menurut dia, Indonesia punya problem serius tentang negara demokrasi.
"Apa juga misalnya kepentingan seorang Bobby yang masih sangat muda, seorang Gibran yang masih sangat muda untuk tampil menjadi kepala daerah sekarang? 10 tahun lagi dia bisa tuh, gitu loh," bebernya.
Tapi, kata dia, kalau 10 tahun lagi sudah beda situasinya. Nah inilah, jelas Jerry, yang mau dimanfaatkan.
Menurut Jeirry, jangan karena dia sukses dalam berbisnis lantas maju dalam pemilihan wali kota.
"Kan ngurus kota Solo ini ga bisa sama dengan ngurus bisnis martabak gitu loh. Kita bukan mengatakan bahwa yang muda ga mampu ya, tapi menurut saya yang begini-begini itu harus kita beri perhatian, tidak boleh terlalu gampang," imbuhnya.
Sementara itu, Jeiry mengatakan, setidaknya, ada empat hal yang menandakan menguatnya oligarki.
Pertama, maraknya politik uang. Persoalan ini, baik di pilkada maupun pemilu, belum juga dapat dituntaskan.
Kedua, adanya politik dinasti yang dikuasi elite. Ketiga, makin banyaknya calon kepala daerah tunggal, dan terakhir makin sedikitnya calon perseorangan.
"Empat hal ini menurut saya memperlihatkan memang oligarki itu akan makin kuat, karena jabatan dan demokrasi sebagai wacana-wacana kita itu dikuasai oleh para elite," ujar Jeirry.
"Dan elite lah semua yang menentukan hajat hidup demokrasi kita, hajat hidup pemilu kita, dan hajat hidup orang-orangnya," lanjutnya.
Baca Juga:
Maju Pilwakot Solo, Gibran Tegaskan Tidak Butuh Diendorse Jokowi
Untuk menekan sistem oligarki ini, kata Jeirry, pemilik hak suara di Pilkada maupun Pemilu harus dikuatkan. Supaya, mereka benar-benar menggunakan hak pilihya untuk calon yang tepat.
"Jadi agenda pendidikan politik memang agenda penting yang kita harus mulai pikirkan dan lakukan di 2020, karena kalau tidak memang problem-problem tadi itu akan semakin kuat," pungkasnya.(Knu)
Baca Juga:
Gagal Syarat Internal, PDIP Sebut Nasib Gibran di Tangan Megawati
Bagikan
Berita Terkait
Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
Banggar DPR Soroti 4 Isu Krusial Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran
KPK Kirim Sinyal Bahaya, Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Diperkuat dengan Integrasi Pencegahan dan Penindakan
Warga Solo Boleh Ikut Demo 1 Tahun Prabowo-Gibran Berkuasa, Tapi Ada Syaratnya
Jam 12 Siang, BEM UI Bergerak ke Jakarta Tagih Janji Kampanye Prabowo-Gibran
Dicecar Gibran Soal Pemotongan Anggaran Pemda, Menkeu Purbaya: Dia Menyuarakan Keresahan
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
[HOAKS atau FAKTA] : Gubernur Aceh Putus Kerja Sama Perdagangan dengan Medan
Aksi Bobby Nasution Bisa Jadi Benih Perpecahan, DPR Bakal Laporkan ke Mendagri