Flexing di Media Sosial Tanda Kurang Percaya Diri

P Suryo RP Suryo R - Sabtu, 29 Juli 2023
Flexing di Media Sosial Tanda Kurang Percaya Diri

Flexing di media sosial sangat haus pengakuan dari lingkungannya. (Unsplash/Eric Ward)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

FLEXING di media sosial menjadi perilaku yang paling banyak disorot oleh warga net. Memperlihatkan barang-barang mewah, seperti rumah, tas, pakaian hingga liburan ke luar negeri kerap kali melambari lini masa seseorang. Namun, bukan hanya harta yang dapat dipamerkan, perilaku pamer ini termasuk pada memperlihatkan pencapaian yang telah digapai atau lingkaran pertemanan.

Perilaku flexing di media sosial sudah ada sejak lama. Terlebih lagi pada lingkungan pertemanan seseorang yang kerap memamerkan gaya hidupnya. Melansir dari laman Hypebeast, flexing di media sosial adalah tanda perilaku kurangnya percaya diri seorang individu.

Baca Juga:

Flexing Versus Humblebragging, Dua Cara Unjuk Gigi Serupa Tapi Tak Sama

pamer
Perilaku pamer ini termasuk pada memperlihatkan pencapaian yang telah digapai atau lingkaran pertemanan. (Unsplash/Nikolay Loubet)

Menurut psaikolog Kasandra Putranto yang dimuat pada Hybeabis.id, flexing adalah perilaku pamer yang merupakan awalan dari bentuk self-promotion. Dengan pamer, seseorang memiliki tujuan, yaitu untuk mendapatkan atensi dari lingkungannya, seperti teman atau keluarga agar bisa memperhatikan gaya hidup dari orang tersebut.

Kasandra menambahkan kalau flexing seolah menjadi kebutuhan untuk eksistensi diri. Terlebih dengan munculnya banyak platform media sosial. Salah satu media sosial yang kerap digunakan untuk melakukan perilaku pamer, yaitu Instagram.

Anak muda zaman sekarang biasanya memasang status di laman Story Instagram pribadinya yang menampilkan kemewahan. Lalu aneka foto yang bertujuan menarik perhatian pengikutnya. Perilaku konsumtif menjadi ajang untuk flexing.

Seseorang yang kerap flexing cenderung memiliki harga diri yang rendah. Karena dia merasa sangat bergantung dengan orang lain. Selain itu, harga diri seseorang tersebut juga merasa sangat ditentukan oleh pandangan yang baik dari orang lain kepadanya.

Baca Juga:

Flexing Otot Tanpa Terlihat Disengaja

pamer
Perilaku konsumtif menjadi ajang untuk flexing. (Unsplash/Wes Tindel)

"Perilaku flexing yang berlebihan berkaitan erat dengan masalah insecurity atau harga diri yang rendah yang dirasakan oleh orang tersebut," kata Kasandra

Fenomena perilaku pamer seperti ini yang kemudia menjadikan seseorang yang kerap melakukan flexing di media sosial sangat haus pengakuan dari lingkungannya.

Mereka yang kerap pamer selalu ingin merasa dipandang lebih tinggi dan tidak suka diremehkan apalagi dibandingkan. Padahal, harga diri setiap individu tidak bisa seluruhnya menjadi standar kehidupan orang lain dan akan memiliki penilaian yang berbeda, baik ataupun buruk. (mro)

Baca Juga:

Flexing Pacar di Media Sosial, Tanda Lebih Bahagia?

#Kesehatan Mental
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love

Berita Terkait

Indonesia
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Posyandu Ramah Kesehatan Jiwa diperkuat untuk mewujudkan generasi yang sehat fisik dan mental.
Dwi Astarini - Senin, 06 Oktober 2025
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Indonesia
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Depresi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan depresi yang resistan terhadap pengobatan atau treatment resistant depression atau (TRD).
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 11 Juli 2025
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Lifestyle
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Untuk skizofrenia, faktor risikonya mencakup genetik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 15 Mei 2025
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Fun
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Skizofrenia dapat menurunkan kualitas hidup secara signifikan.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 15 Mei 2025
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Penderita GB I, mengalami setidaknya satu episode manik yang berlangsung selama seminggu atau lebih.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 14 Mei 2025
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Bagikan