Eks Menag Serukan DPR untuk Tolak Revisi UU Pilkada
Mantan Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin turut ikut aksi unjuk rasa di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. (MP/Asropih).
MerahPutih.com - Mantan Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin turut hadir dalam aksi unjuk rasa damai di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (22/8).
Dalam kesempatan itu, Lukman Hakim menyuarakan agar DPR RI menolak atau tidak mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Menurut dia, setiap lembaga negara harus menjalankan putusan MK. Alasannya, karena putusan MK berlaku final dan mengikat.
Baca juga:
"Kita sangat tidak berharap itu (DPR sahkan revisi UU Pilkada. Karena semua penyelenggara negara ketika menjalankan kewenangannya dia hrs tunduk terhadap konstitusi," kata Lukman Hakim.
Oleh sebab itu semua pihak, termasuk lembaga legislatif seperti Badan Legislasi (Baleg) DPR hingga presiden wajib menghormati dan menjalankan putusan MK.
"Di setiap lembaga negara punya kewenangan termasuk DPR termasuk presiden dan siapa saja memiliki kewenangan pelaksanaan kewenangannya itu tidak boleh mengingkari konstitusi gitu," tuturnya.
Ketidakpastian hukum akibat pengabaian putusan MK. Hal ini, pada akhirnya akan menjadikan warga negara tidak lagi yakin bahwa hukum akan ditegakkan secara adil dan konsisten.
Maka, alangkah baiknya DPR dan Presiden hingga pihak lainnya untuk melaksanakan apa yang sudah diputus MK.
"MK adalah satu satunya institusi negara yang oleh konstitusi itu punya kewenangan menjaga dan mengawal konstitusi. Karena dia sebagai penafsir tunggal dari konstitusi maka putusan MK itu harus ditaati oleh semua kita, suka atau tidak suka," tuturnya.
Sejumlah daerah di Indonesia memanas setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada. Baleg DPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat pencalonan kandidat pilkada.
Baca juga:
Aksi Peringatan Darurat Indonesia, Pagar Gedung DPR RI Jebol
Baleg mengembalikan syarat pencalonan partai yang sebelumnya diubah berbasis persentase pemilih menjadi ambang batas 20 persen untuk partai parlemen dan 25 persen suara nasional.
Mereka hanya mengakomodir ruang bagi partai non-parlemen untuk bisa mengusung kandidat lewat jalur perolehan suara. Selain itu, Baleg DPR juga dinilai menganulir putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan batas umur pencalonan seseorang.
Baleg DPR mengacu pada putusan Mahkamah Agung bahwa penentuan batas umur pencalonan berlaku pada saat dilantik, bukan ketika penetapan sebagai calon sebagaimana penegasan di putusan MK. (Asp)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Putusan MK Larang Polisi Isi Jabatan Sipil, Mabes Polri Tarik Perwira Tinggin yang dalam Masa Orientasi Alih Jabatan di Kementerian
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
MK Tolak Permintaan agar Jabatan Kapolri Ikut Periode Presiden, Setingkat Menteri dan Berpotensi Mereduksi Polri sebagai Alat Negara
MK Putuskan Larang Polisi di Jabatan Sipil, Nasir Djamil: Perlu Disikapi dengan Sinkronisasi Aturan
MK Batasi HGU Tanah IKN Sampai 190 Tahun yang Ditetapkan Era Jokowi Jadi 35 Tahun
IWAKUM Hadirkan Saksi dan Ahli dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Pers di MK
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar
MK Batalkan UU Tapera, Pimpinan Komisi V DPR Minta Kementerian PKP Kreatif Cari Pendanaan Program 3 Juta Rumah
MK Putuskan Tabungan Perumahan Tidak Wajib, BP Tapera Segera Sowan ke Kementerian PKP