Dua Petinggi ACT Ibnu Khajar dan Hariyana Minta Dibebaskan saat Baca Eksepsi


Pegawai beraktivitas di kantor Aksi Cepat Tanggap di Menara 165, Jakarta. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj)
MerahPutih.com - Dua Petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain membacakan nota keberatan atau eksepsi yang dibacakan penasihat hukum atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Adapun keduanya didakwa melakukan penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.
Baca Juga:
ACT Hanya Gunakan Rp 900 Juta dari Dana Rp 2 Miliar untuk Bangun Sekolah
Penasihat hukum dua terdakwa berpandangan bahwa surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum tidak cermat. Dengan ketidakcermatan tersebut, penasihat hukum kedua terdakwa meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
"Melepaskan terdakwa dari tahanan," kata ketua tim penasihat hukum kedua terdakwa, Wildat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11).
Wildat menjelaskan, dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Ibnu Khajar tak cermat lantaran tidak menguraikan apa peran terdakwa dengan jelas dalam tindak pidana yang didakwakan.
Adapun eks Presiden Yayasan ACT itu didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ibnu didakwa bersama Hariyana dan pendiri Yayasan ACT Ahyudin melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan penggelapan dana bantuan Boeing.
Menurut penasihat hukum, jaksa penuntut umum sama sekali tidak menguraikan bahkan tidak menyebutkan siapa pelaku lain yang melakukan 'penyertaan' dalam melakukan tindak pidana.
Baca Juga:
Modus Penyelewengan Dana Korban Lion Air di Sidang Perdana Mantan Presiden ACT
Sementara itu, untuk terdakwa Hariyana Hermain, penasihat hukum berpendapat dakwaan jaksa tidak cermat dalam menyebutkan pekerjaan terdakwa.
Adapun pada bagian identitas terdakwa di dalam surat dakwaan disebutkan bahwa pekerjaan Hariyana Hermain adalah karyawan swasta.
Akan tetapi, dalam dakwaan tersebut pekerjaan Hariyana juga disebut sebagai Senior Vice President Operational GIP sekaligus Direktur Keuangan Yayasan ACT.
Menurut penasihat hukum, uraian pekerjaan terdakwa sangat berkaitan erat dengan perbuatan yang didakwakan jaksa.
Apalagi, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara karyawan swasta dengan Direktur Keuangan Yayasan ACT.
"Dengan kelirunya penuntut umum, maka hal ini menunjukan ketidakcermatan penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan bahkan dalam menyebut hal yang sangat sederhana seperti pekerjaan," ujar penasihat hukum kedua terdakwa itu.
Pada sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana oleh ACT, JPU mengungkap ke mana larinya dana ahli waris korban Lion Air 610 sebesar Rp 138 miliar.
Dalam surat dakwaan dijelaskan kalau eks Presiden ACT Ahyudin bersama terdakwa lainnya menggunakan dana ahli waris untuk kepentingan pribadi. (Knu)
Baca Juga:
3 Tersangka Penyelewengan Dana ACT Dilimpahkan ke Kejari Jaksel
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Kondisi Kerusakan Rumah usai Ledakan Misterius di Pamulang Tangsel

Kompol Cosmas Ajukan Banding atas Pemecatan buntut Kasus Rantis Brimob

Langkah Langkah Polisi dan TNI Bereskan Situasi Setelah Demo di Berbagai Daerah Rusuh

Polisi Tetapkan 42 Tersangka Demo Rusuh di Surabaya, Hampir Setengahnya Anak-Anak

Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan

Pengemudi Rantis Tabrak Ojol Affan Kurniawan Hadapi Sidang Etik, Kronologi Penabrakan Diharapkan Terungkap

Pelaku Aksi Anarkis Terbukti Pakai Narkoba sebelum Merusuh saat Demonstrasi, Polisi: Untuk Tambah Motivasi dan Hilangkan Rasa Takut

Polisi Kumpulkan Video Pembakaran Gedung DPRD, Dari CCTV dan Video Warga

Catatan YLBHI Demo 25-31 Agustus: 3.337 Orang Ditangkap, 1.042 Luka-Luka, 10 Meninggal

Kecam Penangkapan Delpedro Marhaen, Amnesty International: Negara Seharusnya Dengarkan Tuntutan Rakyat
