Aliansi Pendidik Tolak Kampus Jadi Lembaga Stempel Pemerintah


Demo Tolak Omnibus Law Rusuh di Jakarta. Foto: Merahputih.com / Rizki Fitrianto
MerahPutih.com - Imbauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) agar mahasiswa tak ikut demonstrasi ditambah agar kampus mensosialisasikan UU Cipta Kerja menuai kontroversi.
Koordinator P2G/Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru, Satriawan Salim menuturkan, imbauan agar kampus ikut mensosialisasikan UU Cipta Kerja justru mengandung kontradiksi yang mendalam.
Sebab, Draft Final UU Ciptaker tersebut tak bisa diakses oleh kalangan akademisi, aktivis masyarakat sipil, bahkan oleh publik umumnya hingga sekarang ini.
Baca Juga
Kritik Perlakuan Aparat, Dewan Pers: Wartawan Harusnya Dilindungi, Bukan Diintimidasi
"Apalagi ditambah keterangan DPR jika Draf tersebut belum final, lantas yang disahkan ketika sidang Paripirna itu apa? Jadi apanya yang harus disosialisasikan oleh Universitas!? ," kata Satriawan dalam keterangan persnya, Minggu (11/10).
Ia menambahkan, dengan adanya "intervensi" Kemdikbud dengan surat imbauan tersebut, menjadikan kampus tidak lagi merdeka.
"Kampus Merdeka tak ubahnya sekedar jargon, di saat Kemdikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis," jelas dia.
Hal ini, lanjut Satriawan adalah bukti bahwa kebijakan Kemdikbud kontradiktif. "Di satu sisi Kemdikbud membuat kebijakan Kampus Merdeka, namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud Kampus Merdeka," ungkap dia.

Satriawan menambahkan, kampus sudah semestinya menyiapkan generasi-generasi muda yang berperan sebagai intelektual organik, intelektual yang senafas dengan rakyat, betul-betul merasakan apa yang dirasakan para buruh, masyarakat adat, dan lainnya terhadap UU Ciptaker ini.
Apalagi para mahasiswa belajar tak hanya di ruang kuliah yang terbatas tembok, melainkan ruang kuliah sesungguhnya para mahasiswa ini adalah lingkungan masyarakat itu sendiri, mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan.
"Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas," jelas dia.
Ia mencontohkan, pada poin nomor 6 dikatakan "menginstruksikan para dosen senantiasa mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dalam mengkritisi UU Ciptaker".
Satriawan mengingatkan, justru kritik itulah yang tengah dilakukan mahasiswa, adapun aksi turun ke jalan merupakan wujud aspirasi dan ekspresi mereka terhadap langkah-langkah DPR dan Pemerintah yang abai terhadap aspirasi mereka bersama rakyat lainnya.
Semestinya Kemdikbud beri apresiasi kepada para mahasiswa yang sedang melakukan aktivitas kritisnya kepada DPR, karena demikianlah tugas seorang inetelektual.
"Walaupun tidak dengan merusak fasilitas umum misalnya," ungkapnya.
Satriawan meminta Kemdikbud tak usah alergi dengan kekritisan para mahasiswa dan dosen thd UU Ciptaker ini. Lagipula kampus punya otonomi yang mesti dihargai Kemdikbud.
Munculnya reaksi para mahasiswa, buruh, dan kalangan sipil lainnya thd UU ini membuktikan, jika pemerintah dan DPR tidak transparan dalan proses pembuatannya, tak membuka ruang dialog dan partisipasi kepada masyarakat sebagaimana ciri utama negara demokrasi.
Para mahasiswa sesungguhnya sedang menunaikan tugasnya sebagai kelompok intelektual yang tak berjarak dengan rakyat.
"Kemdikbud hendaknya paham jika kampus itu bukan lembaga tukang stempel," tutup Satriawan.
Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law justru menyerukan agar kampus mendukung aksi demonstrasi.
"Mendorong perguruan tinggi seluruh Indonesia untuk mendukung aksi demonstrasi dan mendorong insan akademik perguruan tinggi aktif mengkritisi dan membantah berbagai disinformasi yang disebarkan oleh berbagai pihak untuk mengelabui publik mengenai bahaya UU Cipta Kerja," ungkap mereka dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10).
Aliansi Akademisi menilai instruksi Kemdikbud itu justru menentang kebebasan berpendapat dan akademik yang seharusnya menjadi hak mahasiswa. Mereka menyebut perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk memberi pengetahuan berdasarkan kebenaran, bebas dari segala unsur politik.
"Oleh karena itu, tidak seharusnya perguruan tinggi menggadaikan integritasnya sebagai lembaga pengetahuan dengan semata menjadi pelayan kepentingan politik penguasa," kata dosen Universitas Negeri Jakarta, Abdil Mughis Mudhoffir sebagai perwakilan.
Demonstrasi sendiri, menurutnya, adalah bagian dari upaya menyampaikan pendapat dan merupakan tindakan yang dilindungi konstitusional.
Untuk itu, mereka menilai tak memungkinkan jika melarang mahasiswa melakukan aksi penolakan. Abdil mengatakan demonstrasi dilakukan karena upaya kritik lainnya, baik melalui kertas kebijakan, karya ilmiah, maupun opini di media tak digubris. Sehingga unjuk rasa dinilai perlu digerakkan.
"Imbauan kepada mahasiswa untuk tidak ikut berdemonstrasi karena alasan membahayakan keselamatan dan kesehatan di masa pandemi tidak sejalan dengan kengototan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pilkada serentak di berbagai daerah," lanjutnya.
Pasca demonstrasi, Kemendikbud merilis surat bernomor 1035/E/KM/2020 yang menginstruksikan para rektor mengimbau mahasiswa tidak mengikuti unjuk rasa.
"Mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/ penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i di masa pandemi ini," bunyi surat yang ditandatangani Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam kepada wartawan, Jumat (9/10).
Sebagai gantinya, kampus diminta mensosialisasikan UU Cipta kerja dan mendorong mahasiswa melakukan kajian akademis untuk disampaikan kepada pemerintah dan DPR melalui mekanisme lain.
Baca Juga
Ribka Tjiptaning Kaget dan Geram Masih Ada Penangkapan Wartawan
Dalam hal ini, kampus dilarang memprovokasi mahasiswa untuk melakukan demonstrasi. Dosen diminta mendorong mahasiswa melakukan pendekatan yang intelektual jika ingin mengkritik UU Cipta Kerja.
"Tidak memprovokasi mahasiswa untuk mengikuti/mengadakan kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i," lanjut surat tersebut. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Prabowo Bubarkan Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja

21 Poin Penting Putusan MK soal Uji Materi UU Cipta Kerja

DPR Minta Pemerintah Tindak Lanjuti Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh Tentang Cipta Kerja.

Jokowi Pamerkan Capaian Bikin UU Cipta Kerja dan KUHP di 10 Tahun Pemerintahan

Pemprov DKI Tunggu Revisi UU Cipta Kerja Soal Tuntutan Kenaikan UMP

Kelompok Buruh Susun Strategi Respons Balik Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

MK Putuskan Perppu Cipta Kerja Tak Langgar Aturan, Gugatan Buruh Ditolak

Dakwaan Terhadap Pengusaha Helmut Dinilai Tidak Sesuai Prinsip UU Cipta Kerja

Kemnaker Klaim UU Cipta Kerja Lindungi Hak Para Pekerja
