Cuma 31 Persen Publik Tahu Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja


Demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja. (Foto: Antara).
MerahPutih.com - Temuan survei Indometer menunjukkan sedikit sekali publik yang mendengar atau mengetahui tentang omnibus law UU Cipta Kerja. Hanya 31,2 persen publik yang tahu, sebagian besar sebanyak 68,8 persen mengaku sama sekali tidak tahu.
Direktur Eksekutif Survei Indometer Leonard SB menegaskan, di antara yang mengetahui itu, hampir semuanya menyatakan setuju dengan omnibus law. Paling tidak, sebanyak 90,1 persen publik setuju, hanya 8,6 persen yang terang-terangan menolak, dan sisanya 1,3 persen tidak tahu/tidak menjawab/
Hasil ini, menjadi catatan kritis bagi pemerintah, di mana rumusan kebijakan yang dinilai sangat strategis kurang dikomunikasikan kepada publik. Bahkan, simpang siurnya informasi menyebabkan muncul banyak tudingan hoaks terhadap isi omnibus law yang beredar.
Baca Juga:
Omnibus Law Jadi Instrumen Pemulihan Ekonomi
Menurutnya, minim-nya sosialisasi bisa jadi karena faktor pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020. Selain itu, pembahasan cenderung dilakukan tertutup oleh pemerintah dan DPR, hingga tiba-tiba disahkan pada awal Oktober 2020.
Hasil survei memaparkan, di antara yang menyatakan setuju, alasan utama adalah bahwa omnibus law bisa menciptakan lapangan kerja (75,4 persen), hanya 13,4 persen tidak setuju, dan 11,3 persen tidak tahu/tidak jawab.
Alasan lainnya adalah memudahkan perizinan (72,1 persen setuju, 15,7 persen tidak setuju dan 12,2 persen tidak tahu/tidak menjawab), memulihkan ekonomi nasional (69,4 persen setuju,19,9 persen tidak setuju dan tidak tahu 10,7 persen), dan menghidupkan UMKM (65,3 persen setuju, 23,1 persen tidak setuju dan 11,6 persen tidak tahu).
Lalu mendorong investasi (60,5 persen setuju, 19,0 persen tidak setuju dan 20,5 persen tidak tahu), menyederhanakan birokrasi (56,1 persen setuju, 15,7 persen tidak setuju dan 28,2 persen tidak tahu), dan menyelesaikan tumpang-tindih perundang-undangan (52,2 persen setuju, 26,4 persen tidak setuju, dan 21,4 persen tidak tahu/tidak menjawab).
Dalam survei, di antara sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju, alasan terbesar adalah omnibus law merupakan intervensi asing (75,0 persen), sisanya 18,8 persen tidak setuju dan 6,3 persen tidak tahu/tidak jawab.

Selain itu, alasan lainnya memudahkan tenaga kerja China masuk (68,8 persen setuju/21,9 persen tidak setuju/9,4 persen tidak tahu atau tidak jawab), merugikan pekerja (59,4 persen/25,0 persen/15,6 persen), PHK tanpa pesangon (46,9 persen/ 15,6 persen/37,5 persen), dan libur Lebaran ditiadakan (37,5 persen/46,9 persen/15,6 persen).
Ia menegaskan, naiknya pemberitaan seputar omnibus law selama sepekan belakangan bisa jadi meningkatkan pengetahuan publik dan pemerintah harus bisa menjelaskan secara transparan substansi omnibus law dan mengapa RUU itu sangat dibutuhkan Indonesia.
Survei Indometer dilakukan pada 25 September-5 Oktober 2020 melalui sambungan telepon kepada 1.200 responden dari seluruh provinsi yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error sebesar 2,98 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca Juga:
UU Cipta Kerja Masukan Amdal Bagian Izin Usaha
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Prabowo Bubarkan Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja

21 Poin Penting Putusan MK soal Uji Materi UU Cipta Kerja

DPR Minta Pemerintah Tindak Lanjuti Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh Tentang Cipta Kerja.

Tito Tunjuk Wamen Bima Arya Jadi PIC Paket Omnibus Law Revisi UU Politik

Amini Usul DPR, Mendagri Kaji Paket Omnibus Law Revisi UU Politik Setelah Pilkada

Jokowi Pamerkan Capaian Bikin UU Cipta Kerja dan KUHP di 10 Tahun Pemerintahan

Pemprov DKI Tunggu Revisi UU Cipta Kerja Soal Tuntutan Kenaikan UMP

Kelompok Buruh Susun Strategi Respons Balik Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

MK Putuskan Perppu Cipta Kerja Tak Langgar Aturan, Gugatan Buruh Ditolak
