Bawaslu Akui Belum Berwenang Menindak Caleg atau Partai yang Curi Start Kampanye


Ilustrasi jadwal Pemilu dan Pilkada 2024. ANTARA/ilustrator/Kliwon
MerahPutih.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengingatkan peserta pemilu ataupun bakal calon presiden dan wakil presiden yang belum terdaftar di KPU harus menaati batasan-batasan yang terdapat dalam PKPU No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye.
Batasan sosialisasi yang dimaksud Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, semisal boleh memasang alat peraga baliho atau spanduk dengan tidak ada muatan ajakan di dalamnya.
Baca Juga:
Bawaslu Daerah Diminta Waspadai Celah Terjadinya Pelanggaran Pemilu 2024
Kemudian partai politik juga dapat melakukan pendidikan politik di internal masing-masing dengan tidak ada ajakan memilih.
"Masyarakat perlu tahu siapa calonnya. Tapi hanya sebatas tahu, peserta pemilu belum diperbolehkan melakukan ajakan memilih bagi pemilih," kata Bagja yang dikutip di Jakarta, Senin (4/9).
Terkait banyaknya pertanyaan kepadanya akan dugaan pelanggaran curi start kampanye dari banyak peserta pemilu, dia menjelaskan Bawaslu belum bisa melakukan penindakan terhadap peserta pemilu yang sudah banyak memasang alat peraga kampanye dan dugaan ajakan memilih dalam sosialisasi di berbagai daerah.
Ini karena belum dimulainya masa kampanye sebagaimana yang ditetapkan KPU.
"Jika ada paslon yang melakukan indikasi dugaan pelanggaran, masih belum bisa ditindak. Karena tahapannya belum mulai dan belum ada yang mendaftar juga ke KPU. Kalaupun ada partai yang menetapkan capres/cawapresnya, itu baru sebatas penyebutan, belum resmi jika belum mendaftarkan ke KPU," ungkap Bagja.
Bagja juga menyoroti akses aplikasi daftar calon sementara Calon Anggota DPR dan DPD oleh KPU yang susah diakses.
Baca Juga:
Bawaslu Prediksi Puncak Hoaks Pemilu 2024 akan Terjadi di Februari 2024
Menurutnya, dengan susahnya akses Daftar Caleg Sementara (DCS), mempersempit peluang publik untuk mengenali calon berupa program kerja yang akan dikerjakannya.
Padahal dia menambahkan dengan dimudahkannya akses DCS, justru bisa menjadi sosialisasi tersendiri bagi calon untuk memperkenalkan program kerja beserta riwayat hidupnya.
"Akses DCS yang dibatasi, mempersulit publik untuk mengakses riwayat dan program kerja yang dimiliki calon. Padahal kalau mudah diakses, justeru DCS dapat menjadi sosialiasi tersendiri buat calon," ungkap alumnus Universitas Indonesia itu.
Tidak sampai di situ, dia mengeluhkan batasan sosialisasi yang belum sepenuhnya menyasar beberapa aspek, semisal partai politik yang memiliki media, akan dengan mudahnya melakukan sosialisasi dan kampanye apabila sudah waktunya.
Tetapi bagi partai politik yang tidak memiliki, akan susah terkait itu.
"Nah KPU juga perlu mengatur sosialisasi di media massa juga," terangnya. (Knu)
Baca Juga:
Kampanye di Sekolah Kini Diperbolehkan, Bawaslu Fokus Edukasi ke Pemilih Pemula
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Ahmad Sahroni cs Hanya ‘Diliburkan’ Sejenak dari Keanggotaan DPR, Pengamat: Ketika Situasi Mereda Mereka Bisa Aktif Lagi

Pakar Hukum Tata Negara UI: Tidak Ada Aturan Nonaktif Anggota DPR

Para Ketum Parpol Sepakat Pecat Anggota DPR Bermasalah Mulai 1 September

Puan: Parpol Bukan Sekadar Kendaraan Kekuasaan, tetapi Jembatan untuk Rakyat

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada

Jokowi Prediksi Perolehan Suara PSI Naik 3 Kali Lipat di 2029

PSI Rebranding dengan Logo Gajah, Elite PDIP: Pemilih Kami Sudah Punya Basis Kuat

10 Ribu Kader Diklaim Sudah Piih Calon Ketua Umum PSI

Kaesang Daftar Jadi Caketum PSI, Sebut Jokowi Tidak Ikut Terlibat hingga Ada Tokoh Besar yang Gabung

PKS Siap Transformasi Jadi Partai Lebih Inklusif dan Libatkan Generasi Muda
