Kesehatan

Bahaya Mengintai di Balik Konsumsi Antibiotik

Iftinavia PradinantiaIftinavia Pradinantia - Minggu, 07 November 2021
Bahaya Mengintai di Balik Konsumsi Antibiotik

Bahaya dibalik konsumsi antibiotik. (Foto: Pexels/Tanya Nova)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PENGGUNAAN antibiotik yang tidak sesuai dengan rekomendasi dokter merupakan salah satu penyumbang
terbesar angka resistensi antimikroba (AMR) di dunia kesehatan. Salah satu dampak buruk kondisi tersebut adalah sulitnya penyembuhan penyakit. Lamanya proses penyembuhan akan berdampak pula pada tingginya biaya kesehatan.

Menurut penelitian dari European Observatory on Health Systems and Policies. bahwa rata-rata biaya perawatan yang dikeluarkan oleh pasien yang non-resistan terhadap bakteri escherichia coli adalah sebesar USD 10 ribu Dollar AS atau sekitar Rp 149 juta.

Sedangkan bagi pasien yang resistan, nilainya bertambah sebanyak USD 6 ribu Dollar atau Rp 86 juta. Meliputi biaya perawatan, diagnosa, obat-obatan, dan layanan pendukung lainnya.

Baca juga:

Resistensi Antibiotik, Efek Samping Kebiasaan Minum Obat Tanpa Resep

obat
Konsumsi antibiotik berlebihan. (Foto: Pexels/mart production)

AMR menjadi satu dari 10 ancaman kesehatan global yang paling berbahaya di dunia. Sayangnya meski cukup bahaya, angka konsumsi antibiotik justru mengalami peningkatan. Berdasarkan data WHO, penggunaan antibiotik meningkat 91 persen secara global dan meningkat 165 persen di negara berkembang pada periode 2000-2015.

Prof. dr. Tri Wibawa, PhD, SpMK(K), Guru Besar FKKMK Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan faktor pendorong tingginya penggunaan antibiotik di Indonesia.

"Antibiotik dipercaya sebagai obat yang manjur untuk segala jenis penyakit mulai dari demam sampai nyeri sendi dan dapat dibeli di apotek, toko obat, bahkan warung yang tersebar di seluruh Indonesia," sebutnya.

Masyarakat seringkali membeli obat 'sembarangan' sebagai bentuk pertolongan pertama pada penyakit ringan karena letaknya yang strategis, terpercaya, dapat diperoleh pada malam hari, dan memberikan akses yang mudah kepada obat-obatan esensial seperti antibiotik. Tapi, obat-obat tersebut seringkali dijual tanpa resep.

"Pasien menganggap bahwa pengobatan mandiri dengan membeli obat di apotek atau toko obat lebih mudah dan hemat biaya. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat permintaan antibiotik sangat tinggi. Di sisi lain, antibotik dapat dibeli dengan mudah, sehingga dapat menjadi pemicu berkembangannya antimicrobial
resistance (AMR) di Indonesia,” urainya.

Dengan meningkatnya angka penggunaan antibiotik, Prof. dr. Agus Suwandono, MPH., Dr.PH. selaku Koordinator Indonesia One Health University Network (INDOHUN) mengatakan, selama 15 tahun terakhir penggunaan antibiotik meningkat sampai 91% secara global dan di negara berkembang sendiri meningkat hingga 165%.

"Peningkatan tajam ini membuat AMR masuk ke dalam 10 ancaman kesehatan global paling berbahaya di dunia dan perlu ditangani dengan baik. Dalam menangani kejadian AMR, prinsip pendekatan one health, yakni koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi perlu dilakukan oleh seluruh pihak," urainya.

Baca juga:

Kontroversi Ivermectin, Obat Keras yang Disebut Bisa Sembuhkan COVID-19

obat
Konsumsi obat berlebihan. (Foto: Pexels/mart production)

“Banyaknya penjualan antibiotik tanpa resep yang kerap terjadi di Indonesia merupakan salah faktor pemicu AMR," tutur Dr. dr. Harry Parathon, Sp.OG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) RI Periode 2014-2021.

Ia menambahkan, peraturan mengenai penjualan obat antibiotik diatur dalam UU Obat Keras tahun 1949, disebutkan bahwa yang berwenang untuk meresepkan obat antibiotik hanyalah Dokter, Dokter Gigi, dan Dokter Hewan.

"UU Obat keras tersebut menyatakan bahwa obat keras adalah obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan teknis, mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksikan tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak," jelasnya.

Untuk mengatasi tidak terkendalinya konsumsi antibiotik, Tri Wibawa menyebutkan ada berbagai hal yang bisa dilakukan. Penguatan implementasi regulasi merupakan salah satu cara untuk mengendalikan peredaran antibotik di masyarakat yang dapat berlaku sebagai pemicu resistensi antibiotik.

Namun, hal ini saja tidak cukup untuk menyelesaikan keseluruhan masalah resistensi antimikroba. Pendekatan multi aspek perlu dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi pendorong praktik penjualan antibotik tanpa resep.

Misalnya, motivasi untuk memaksimalkan keuntungan dari toko-toko obat, tingginya permintaan antibiotik dari pelanggan, dan dorongan dari pemilik untuk bersaing dengan toko lainnya. (avia)

Baca juga:

Obat Antidepresan Generik Bantu Kurangi Keparahan COVID-19

#Obat #Antibiotik #Obat Ilegal #Kesehatan #Info Kesehatan #Tips Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul

Berita Terkait

Indonesia
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Diharapkan mempermudah para pengguna moda transportasi publik, komuter, pekerja, dan warga sekitar dalam mengakses layanan kesehatan yang cepat, nyaman, dan profesional.
Dwi Astarini - Rabu, 22 Oktober 2025
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
ShowBiz
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Konsumsi suplemen zat besi sejak dini penting bagi perempuan.
Dwi Astarini - Selasa, 14 Oktober 2025
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Lifestyle
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Hanya dengan 15 menit 9 detik gerakan sederhana setiap hari, partisipan mengalami peningkatan suasana hati 21 persen lebih tinggi jika dibandingkan ikut wellness retreat.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Indonesia
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Penonaktifan itu dilakukan BPJS Kesehatan karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan menunggak pembayaran iuran sebesar Rp 41 miliar.
Dwi Astarini - Jumat, 10 Oktober 2025
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
Terlalu sering mengonsumsi mi instan bisa membuat usus tersumbat akibat cacing. Namun, apakah informasi ini benar?
Soffi Amira - Rabu, 08 Oktober 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
Indonesia
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Posyandu Ramah Kesehatan Jiwa diperkuat untuk mewujudkan generasi yang sehat fisik dan mental.
Dwi Astarini - Senin, 06 Oktober 2025
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Indonesia
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Langkah ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 02 Oktober 2025
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Bagikan