Arus Laut dalam Antartika Terancam Hancur


Antartika terancam hancur. (Foto: Unsplash/James Eades)
SALAH satu wilayah di bumi sedang tidak baik-baik saja. Penemuan baru mengungkapkan arus laut dalam Antartika terancam hancur.
Profesor Scientia Matthew England dan penulis studi Dr. Qian menggambarkan pemodelan dalam laut Antartika sebagai awal untuk mengerti persoalan arus laut dalam. Kurang lebih 250 triliun ton air yang dingin, asin, dan kaya akan oksigen tenggelam di dekat Antartika setiap tahun. Antartika adalah benua paling selatan dan tempat terletaknya Kutub Selatan yang tidak berpenghuni tetap dan tertutup es.
Baca Juga:
Air yang tenggelam di dekat Antartika ini kemudian menyebar ke utara dan membawa oksigen ke Samudera Hindia, Pasifik, dan Atlantik yang dalam. “Jika lautan memiliki paru-paru, ini menjadi salah satunya,” kata Prof England, seperti dilansir dari Sciencedaily.

Tim ilmuwan memodelkan jumlah air dalam Antartika yang dihasilkan di bawah 'skenario emisi tinggi' IPCC hingga tahun 2050. Model ini menangkap detail proses lautan yang belum dapat dilakukan oleh model sebelumnya, termasuk bagaimana prediksi air lelehan dari es dapat memengaruhi sirkulasi arus dalam laut.
Yang tak banyak diketahui adalah air dingin yang tenggelam ini mengirimkan arus terdalam dari sirkulasi secara terbalik. Pembalikan ini membawa panas, karbon, oksigen, dan nutrisi ke seluruh dunia yang memengaruhi iklim, permukaan laut, dan produktivitas ekosistem laut.
Maka dari itu, ketika emisi gas rumah kaca meningkat, es otomatis meleleh menyebabkan arus laut dalam dari yang tadinya memiliki keadaan relatif stabil selama ribuan tahun menjadi melambat secara signifikan dan berbahaya bagi laut di benua Antartika.
Baca Juga:
"Studi kami menunjukkan bahwa pencairan lapisan es berdampak dramatis pada sirkulasi balik yang mengatur iklim Bumi," kata Dr Adele Morrison, rekan peneliti dari Research School of Earth Sciences.
Menurut Dr Rintoul, pemanasan laut memang sudah dan tengah terjadi. Ia menemukan es yang mencair di sekitar Antartika membuat perairan laut di dekatnya kurang padat, yang memperlambat sirkulasi terbalik Antartika. Mencairnya lapisan es Antartika dan Greenland diperkirakan akan terus meningkat saat planet ini menghangat.

“Pemodelan kami menunjukkan bahwa jika emisi karbon global berlanjut pada tingkat saat ini, maka arus terbaliknya Antartika akan melambat lebih dari 40 persen dalam 30 tahun ke depan dan mengubah lintasan yang tampaknya menuju keruntuhan,” jelas Prof England.
Jika runtuhnya arus laut dalam terus berlanjut, penurunan sirkulasi laut akan membuat dasar laut mandek dan menimbulkan dampak lebih lanjut yang mempengaruhi iklim serta ekosistem laut selama berabad-abad akan datang.
“Kita berbicara tentang kemungkinan kepunahan jangka panjang dari massa air ikonik. Ini akan menjebak nutrisi di laut dalam, mengurangi nutrisi yang tersedia untuk mendukung kehidupan laut di dekat permukaan laut. Perubahan besar seperti itu akan memiliki dampak buruk yang signifikan pada lautan selama berabad-abad yang akan datang,” tutup kata Prof England.
Maka dari itu, mulai sekarang ada baiknya mengurangi penggunaan barang-barang yang berkontribusi ke dalam pembentukan gas emisi. Jika bukan kamu yang menyelamatkan bumi, siapa lagi? (kmp)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Sepakat Kerja Sama di Bidang Ekonomi dan Sains, Presiden Brasil Harap Bisa Untungkan 2 Negara

Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet

Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum

Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
