Headline

Akademisi: Kebijakan Membatasi Akses Medsos Tak Lazim di Negara Demokrasi

Eddy FloEddy Flo - Selasa, 28 Mei 2019
 Akademisi: Kebijakan Membatasi Akses Medsos Tak Lazim di Negara Demokrasi

Akademisi Undip Semarang Wijayanto dalam sebuah diskusi di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan (MP/Ponco Sulaksono)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.Com - Akademisi Universitas Diponegoro, Wijayanto mengkritik kebijakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang membatasi akses media sosial saat kerusuhan 21-23 Mei 2019 lalu.

Wijayanto menilai kebijakan membatasi akses media sosial tersebut merupakan kebijakan yang tidak wajar bagi negara yang menganut sistem demokrasi.

"Pemblokiran media sosial di negara demorasi itu bukan hal yang lazim, apalagi khususnya pengguna WhatsApp misalnya sangat banyak di Indonesia," kata Wijayanto dalam diskusi di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (28/5).

Menurut dia, jika alasannya adalah keamanan dan menghindari penyebaran hoaks di tengah aksi kerusuhan, tidak seharusnya Wiranto mengeluarkan kebijakan tersebut.

Terlebih, kerusuhan yang terjadi akibat penolakan Pemilu yang dinilai curang itu hanya terjadi di beberapa titik di Jakarta.

Menko Polhukam Wiranto menegaskan pihaknya akan menindak para perusuh
Menko Polhukam Wiranto menegaskan akan menindak dalang kerusuhan 22 Mei (Dok. Sekretariat Kabinet)

"Menurut saya itu (kerusuhan) hanya terjadi di beberapa titik di Jakarta, lalu kemudian diblokir untuk seluruh Indonesia. bagaimana bisa?" ungkapnya.

"Ini (kebijakan membatasi akses media sosial) bagi saya adalah kebijakan yang lebay," tandasnya.

Diketahui pemerintah melakukan pembatasan sejumlah fitur di media sosial WhatsApp, Instagram dan Facebook sejak 22 Mei 2019 pukul 11.00. Pembatasan dilakukan dengan memperlambat proses mengunduh dan menguploadnya video dan foto di ketiga media sosial itu.

BACA JUGA: Jenguk Anggota Korban Kerusuhan, Kapolda Metro Jaya: Mayoritas Patah Tangan dan Gigi Copot

SBY: Kita Harus Menerima Hasil Pemilu Secara Kesatria

Menteri Politik Hukum dan Kemanan Wiranto mengatakan pemerintah membatasi akses ke sejumlah fitur media sosial untuk mengurangi penyebaran hoaks. Rencana itu dilakukan untuk menghindari tersebarnya hoaks seputar aksi 22 Mei 2019.

"Untuk sementara akan kami adakan pembatasan akses di media untuk fitur tertentu, untuk tidak diaktifkan, media sosial maksud saya," kata Wiranto di Jakarta, Rabu, (22/5).

Wiranto mengatakan pembatasan dilakukan untuk menjaga agar kabar negatif tidak disebarkan ke masyarakat. Kebijakan itu dilakukan pemerintah seusai terjadi kericuhan dalam demo 22 Mei di kawasan Badan Pengawas Pemilu. Kericuhan bermula di depan Bawaslu pada Selasa malam, 21 Mei 2019.(Pon)

#Media Sosial #Pengamat Politik #Wiranto #Menko Polhukam
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Prabowo Ikut Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Pengamat: Bandar Mulai Ketar-ketir
Presiden RI, Prabowo Subianto, ikut turun tangan saat memusnahkan barang bukti narkoba di Mabes Polri, Rabu (29/10).
Soffi Amira - Kamis, 30 Oktober 2025
Prabowo Ikut Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Pengamat: Bandar Mulai Ketar-ketir
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Pertamina Kasih Duit Rp 7 Juta Buat Netizen yang Unggah Citra Baik di Media Sosial
Pertamina memberikan imbalan Rp 7 juta bagi netizen yang mengunggah citra baiknya di media sosial. Lalu, apakah informasi ini benar?
Soffi Amira - Rabu, 29 Oktober 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Pertamina Kasih Duit Rp 7 Juta Buat Netizen yang Unggah Citra Baik di Media Sosial
Indonesia
Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
Direktur Political and Public Policy Studies, Jerry Massie menilai, pelaporan akun medsos yang dinilai menghina Bahlil tidak etis. Sebab, hal itu masih dalam batas wajar.
Soffi Amira - Rabu, 22 Oktober 2025
Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
Indonesia
AMPG Laporkan Akun Medsos yang Hina Bahlil, Polda Metro Jaya Sebut Cuma Konsultasi
AMPG melaporkan sejumlah akun medsos yang menghina Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Polda Metro Jaya mengatakan, bahwa baru sebatas konsultasi hukum saja.
Soffi Amira - Rabu, 22 Oktober 2025
AMPG Laporkan Akun Medsos yang Hina Bahlil, Polda Metro Jaya Sebut Cuma Konsultasi
Indonesia
Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
Ray mencontohkan kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus 2025
Angga Yudha Pratama - Selasa, 21 Oktober 2025
Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
Lifestyle
RIP Foto! Instagram Ganti Total Tampilan, Reels dan DM Jadi 'Anak Emas'
Adam Mosseri umumkan uji coba tampilan baru dengan tab khusus Reels dan DM
Angga Yudha Pratama - Senin, 13 Oktober 2025
RIP Foto! Instagram Ganti Total Tampilan, Reels dan DM Jadi 'Anak Emas'
Indonesia
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo mengadakan pertemuan tertutup, Sabtu (4/10)
Frengky Aruan - Senin, 06 Oktober 2025
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
Indonesia
Pimpinan MPR Dukung Penerapan Kebijakan Satu Orang Satu Akun Media Sosial
Senator daerah pemilihan Sulawesi Tengah itu juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, penyedia platform, dan masyarakat sipil dalam mengawal implementasi kebijakan tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 19 September 2025
Pimpinan MPR Dukung Penerapan Kebijakan Satu Orang Satu Akun Media Sosial
Indonesia
Marak Akun Palsu, Komisi I DPR Dorong Kampanye 1 Orang Punya 1 Akun Medsos
Komisi I DPR mendorong kampanye agar satu orang memiliki satu akun media sosial. Sebab, akun tersebut dimanfaatkan untuk menggiring opini hingga menyebarkan hoaks.
Soffi Amira - Selasa, 16 September 2025
Marak Akun Palsu, Komisi I DPR Dorong Kampanye 1 Orang Punya 1 Akun Medsos
Indonesia
Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik
Pengamat menilai kebijakan KPU berisiko meloloskan calon pemimpin dengan ijazah palsu.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 15 September 2025
Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik
Bagikan