5 Jurnalis di Surabaya Diintimidasi saat Demo, AJI Minta Polisi Belajar Lagi UU Pers


Massa aksi tolak UU Cipta Kerja membludak di sekitar Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/10). Foto: MP/Andika Eldon
MerahPutih.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya memprotes keras atas intimidasi, serangan dan upaya penyensoran yang dilakukan aparat keamanan saat berlangsung aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (8/10).
Menurut laporan yang diterima AJI Surabaya ada lima kasus intimidasi dan upaya penyensoran terhadap jurnalis yang bertugas. Selain aparat keamanan, intimidasi dan penyerangan juga dilakukan demonstran.
Baca Juga
DPR Kritisi Penangkapan Jurnalis saat Meliput Aksi Demo UU Cipta Kerja
Berikut ini lima laporan berikut kronologi singkatnya:
1. Ahmad Mukti, fotografer portalsurabaya.com diintimidasi dua anggota kepolisian dengan paksaan menghapus file-file foto hasil liputan. Saat itu, Ahmad sempat menghapus hasil liputannya sebab merasa terancam. Ahmad diapit dua orang di Jalan Gubernur Suryo, tepatnya di seberang SMA Negeri 6 Surabaya. Ahmad mengaku sempat menghapus sebagian foto liputannya. Ia memperoleh bantuan dari jurnalis lain yang melawan dua orang tersebut sehingga file-file foto Ahmad masih bisa diamankan. Ahmad memakai kartu pers dan sudah mengatakan dirinya jurnalis.
2. Farid Miftah Rahman, jurnalis cnnindonesia.com juga diintimdasi aparat keamanan saat unjuk rasa di depan Grahadi mulai ricuh. Sejumlah polisi berseragam mengerumuni dan berusaha merampas dan membanting ponselnya. Para polisi ini tak terima aksi kekerasan terhadap pendemo didokumentasikan Miftah. Seorang polisi mengancam dengan kalimat ‘Mas, mau saya pentung!’. Miftah sudah mengaku sebagai jurnalis saat ancaman itu ia dapatkan namun tak digubris.
3. Agoes Sukarno, photo journalist CNN Indonesia TV, juga diserang dengan lemparan batu oleh pendemo saat mengambil gambar saat aksi saling lempar antara pengunjuk rasa dengan aparat. Selain diserang demonstran, Agoes juga diintimidasi sejumlah aparat keamanan. Dua kali di momen berbeda, intimidasi ini dilakukan aparat keamanan di Jalan Pemuda. Pertama, saat Agoes merekam polisi yang menghentikan ambulance dan menyeret keluar orang di dalamnya, kemudian menganiayanya. Kedua, saat Agoes merekam penganiayaan yang dilakukan polisi terhadap pengunjuk rasa yang tertangkap. Polisi memintanya tidak merekam dan menghapus rekaman tersebut. Agoes sudah mengaku sebagai jurnalis kepada petugas keamanan yang mengintimidasinya.
4. Gancar Wicaksono, photo journalist CNN Indonesia TV, diintimdasi enam polisi tak berseragam. Mereka memaksa agar Gancar menghapus file-file gambar polisi yang menganiaya demonstran yang tertangkap dan hendak merebut kamera Gancar di Jalan Gubernur Suryo, tepatnya depan Alun-Alun Surabaya. Gancar sempat melawan dengan menghalangi upaya paksa aparat keamanan yang hendak mengambil kameranya. Gancar berhasil melindungi hasil liputannya. Gancar sudah mengaku sebagai jurnalis saat polisi berusaha merebut dan menghapus file liputan dari kameranya.
5. Miftah Faridl, koresponden CNN Indonesia TV, empat kali bersitegang dengan aparat keamanan yang memaksa jurnalis peliput menghapus file-file gambar liputan, baik miliknya maupun jurnalis lain. Intimidasi ini berkaitan dengan liputan yang merekam aksi aparat keamanan menganiaya pendemo yang tertangkap. Pada peristiwa ketiga, Faridl ditantang berkelahi seorang polisi yang melarangnya mengambil gambar. Farid sudah mengaku sebagai jurnalis saat polisi mengintimidasinya.
"Kami menilai aneh aparat keamanan yang paham hukum masih menggunakan cara-cara intimidatif dan penyensoran untuk mengontrol kerja-kerja jurnalis. Tentu saja kami paham tensi situasi di lapangan saat itu. Tugas jurnalis merekam apa yang terjadi secara jujur dan sesuai prinsip-prinsip jurnalistik. Tensi panas yang dihadapi, baik aparat keamanan dan demonstran, tidak bisa menjadi pembenar aksi penyerangan, intimidasi dan sensor, terang Miftah Faridl, Ketua AJI Surabaya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (09/10).
Sebagai catatan untuk aparat keamanan, sejatijya kerja-kerja jurnalis dilindungi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Pasal 8
Dalam Melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
Pasal 4 ayat 2
Terhadap pers nasional, tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Pasal 4 ayat 3
Untuk menjamin kemerdekaan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Intimidasi dan upaya penyensoran, seringkali terjadi dan tidak satu pun kasus tersebut yang diselesaikan sesuai undang-undang. Impunitas dilestarikan sehingga kasus penyerangan, intimidasi dan penyensoran terus berulang. Apa yang dilakukan aparat keamanan ini melanggar:
Pasal 18 ayat 1
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
Faridl menambahkan, Dewan Pers juga merumuskan, bentuk-bentuk kekerasan terhadap jurnalis baik fisik, non-fisik perusakan alat liputan, upaya menghalangi kerja jurnalis mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi atau tindakan lain seperti merampas alat kerja sehingga jurnalis tidak bisa memproses pekerjannya. Bisa juga kekerasan dalam bentuk lain yang merujuk pada KUHP dan UU HAM.
"Jika aparat keamanan atau pihak-pihak lain merasa dirugikan dengan pemberitaan dan aktivitas jurnalistik, undang-undang sudah mengaturnya dalam bentuk, hak jawab dan koreksi," tegas Faridl.
Baca Juga
Penangkapan Terhadap Jurnalis saat Meliput Demo UU Ciptaker Dinilai Bertentangan dengan HAM
Untuk itu, segala bentuk serangan, intimidasi dan upaya sensor, sama artinya melanggar UUD 1945 pasal 28 F berkaitan dengan hak setiap orang berkomunikasi dan mendapatkan informasi.
"Dengan belajar lagi isi undang-undang, kami berharap aparat keamanan memahami fungsi dan tugas jurnalis di lapangan. Mungkin dengan literasi, aparat bisa meninggalkan jalan kekerasan termasuk kepada para jurnalis. Kecaman tak mengubah apapun. Sebab itu, pada akhirnya kami ingin ucapkan, SELAMAT BELAJAR (LAGI)," tutup Faridl. (Andika Eldon/Surabaya)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Jurnalis Dipaksa Hapus Dokumentasi saat Meliput di Mako Brimob Depok, Iwakum: Ini Tindakan Brutal!

Kerja Pers Dibayangi Ancaman, Iwakum Kecam Pemukulan Jurnalis di DPR

Pasal 8 UU Pers Dianggap Biang Kerok Kriminalisasi Wartawan! Iwakum Ajukan Judicial Review Tepat di HUT ke-80 RI

Pekerja Media Terkena PHK secara Tiba-tiba, Tanpa Kompensasi, Pesangon, AJI Desak Kemenaker Aktif

DPR Minta Kapolri Tindak Tegas Polisi yang Banting Wartawan saat Liput Demo

Anggota Pengaman Kapolri Minta Maaf Setelah Pukul dan Ancam Jurnalis

Buntut Penggeledahan Jurnalis Kompas.com saat Liputan, Iwakum Desak Kapolri Evaluasi Anak Buah
Nyawa Jurnalis Melayang di Tangan Prajurit TNI AL, AJI Desak Pengadilan Sipil!

Iwakum Minta Kematian Jurnalis di Banjarbaru Diusut Tuntas
