Waspada Diabetes dan Dislipidemia, Penyebab Kematian Terbesar di Indonesia

Selasa, 24 Agustus 2021 - P Suryo R

DI masa pandemi ini, sebagian besar masyarakat berpikir bahwa kematian terbesar disebabkan oleh COVID-19. Nyatanya, kematian terbesar di Indonesia masih dipegang oleh penyakit kardiovaskular. Menurut World Health Organization, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia pada tahun 2016, yakni 35% dari seluruh kematian.

Menurut penelitian Hussain dkk., penyebab terbanyak dari penyakit jantung koroner yang fatal di Indonesia pada laki-laki adalah merokok (28,0%), hipertensi (20,1%), kolesterol tinggi (7,7%), kelebihan berat badan (7,7%), dan diabetes (6,4%) sedangkan pada perempuan adalah hipertensi (24,1%), kolesterol tinggi (16,7%), kelebihan berat badan (12,1%), Diabetes (12,0%), dan merokok (1,3%).

Baca Juga:

Pentingnya Pencegahan dan Deteksi Dini Diabetes

sakit
Pengelolaan Diabetes dan Dislipidemia merupakan hal penting. (Foto: Pixabay/Myriams-Fotos)

Melihat angka tersebut, pengelolaan Diabetes dan Dislipidemia merupakan hal penting yang perlu mendapat perhatian khusus guna menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular. Masyarakat dihimbau untuk mewaspadai hal ini dan segera berkonsultasi kepada dokter apabila menemukan gejala-gejala Diabetes dan Dislipidemia.

Diabetes secara dramatis akan meningkatkan berbagai risiko berbagai masalah kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer. Di lain pihak, pengelolaan Dislipidemia memerlukan strategi yang komprehensif yang tidak hanya mengendalikan kadar lipid namun juga faktor metabolik lainnya seperti hipertensi, diabetes dan obesitas.

Dalam Virtual Press Conference yang membahas Diabetes dan Dislipidemia, Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, KEMD, Ketua Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM menjelaskan dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), peningkatan kadar trigliserida serta penurunan High Density
Lipoprotein (HDL).

"Berdasarkan National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III) seseorang dikatakan memiliki kadar lipid abnormal apabila terjadi peningkatan kolesterol total (≥240 mg/dl), peningkatan kadar kolesterol LDL (≥160 mg/dl), kadar kolesterol trigliserida (>200 mg/dl), atau rendahnya kadar kolesterol HDL (<40 mg/dl)1," urainya.

Baca Juga:

Ide Sarapan Sehat dan Mudah untuk Penderita Diabetes

sakit
Pemeriksaan profil lipid rutin sangat dianjurkan. (Foto: Pixabay/rewind)

Profil lipid merupakan tes kolesterol yang meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan Trigliserida. "Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur jumlah kolesterol dan trigliserida dalam darah seseorang." tuturnya.

Pemeriksaan profil lipid rutin sangat dianjurkan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner, Diabetes Mellitus, aterosklerosis pada pembuluh darah manapun, keadaan klinis yang berhubungan dengan penyakit
kardiovaskular aterosklerotik.

Kolesterol non-HDL meliputi kolesterol LDL, VLDL, IDL, serta sisa-sisa kilomikron dan Lipoprotein(a), dan berhubungan dengan perkembangan aterosklerosis pada pembuluh darah. Kadar kolesterol non-HDL dihitung dengan kadar kolesterol total dikurangi dengan kolesterol HDL.

"Apo B menggambarkan jumlah konsentrasi total apo B-100 dan apo B-48. Pengukuran Apo B dapat lebih akurat dalam menggambarkan atrogenisitas karena semua partikel aterogenik (VLDL, IDL, dan LDL) mengandung Apo B," ujarnya.

Baca Juga:

Perawatan Kulit Alami untuk Penderita Diabetes

sakit
penyakit kardiovaskular pada diabetes diakibatkan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. (Foto: Pixabay/stevepb)

Pada beberapa penelitian, ditemukan bahwa apoB dapat memprediksi risiko kardiovaskular lebih baik dari kolesterol LDL terutama pada keadaaan terdapat kadar trigliserida yang tinggi dengan penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus, sindrom metabolik, dan penyakit ginjal kronik. Kolesterol non-HDL merupakan target sekunder setelah kadar kolesterol LDL pada manajemen dispilidemia.

"Target kadar kolestrol non-HDL dan ApoB untuk pasien dengan resiko ekstrim penyakit kardiovaskular adalah <80 mg/dl dan <70 mg/dl. Kadar kolesterol non-HDL Yang ideal untuk pasien dengan risiko sangat tinggi kardio vaskuler adalah <100 mg/dl, sedangkan ApoB <80 mg/dl. Kadar ideal untuk pasien dengan risiko tinggi dan sedang kardiovaskular adalah kolesterol non-HDL <130 mg/dl dan ApoB <90 mg/dl. Lipoprotein yang mengandung ApoB berperan besar dalam pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah yang akan mengakibatkan sumbatan," paparnya.

Sumbatan ini dapat terjadi di pembuluh darah jantung dimana dapat mengakibatkan serangan jantung dan kematian. Oleh karena itu, risiko terjadinya ASCVD akut meningkat dengan tingginya kadar lipoprotein yang mengandung ApoB.

Di Indonesia, prevalensi Dislipidemia yang didefinisikan sebagai kolesterol total ≥160 mg/dl adalah sekitar 36% (33,1% pada laki-laki dan 38,2% pada perempuan berusia ≥25 tahun). Pasien dengan Diabetes memiliki peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular hingga 2-4 kali lipat dan peningkatan kematian 1,5 – 3,6 kali lipat kematian akibat komplikasi penyakit ini. Sebagian besar penyakit kardiovaskular pada diabetes diakibatkan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang semakin meningkat setiap tahunnya.

Baca Juga:

Gluconov, Alat Pendeteksi Diabetes Melitus Buatan Anak Bangsa

sakit
Membatasi asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol. (Foto: Pexels/Pavel Danilyuk)

“Kenaikan kolesterol LDL pada Dislipidemia berhubungan langsung dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik (Athersclerotic Cardiovascular Disease/ASCVD). Penyakit kardiovaskular aterosklerotik merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular yang bertanggung jawab atas lebih dari 4 juta kematian di Eropa setiap tahunnya,” demikian dijelaskan Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, KEMD.

Ia menekankan, “Pengelolaan Dislipidemia memerlukan strategi yang komprehensif yang tidak hanya mengendalikan kadar lipid namun juga faktor metabolik lainnya seperti hipertensi, Diabetes dan obesitas. Pengobatan terdiri dari terapi non farmakologis seperti aktivitas fisik, nutirsi, penurunan berat badan, dan berhenti merokok, serta terapi farmakologis melalui obat anti lipid.”

Dalam keterangannya, ia juga menjabarkan bahwa aktifitas fisik yang disarankan berupa jalan cepat, bersepeda statis, atau berenang setidaknya selama 30 menit sebanyak 4 sampai 6 kali seminggu. Diet yang disarankan adalah diet rendah kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari), biji-bijian (≥ 6 porsi / hari), ikan, dan daging tanpa lemak.

Serta membatasi asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol. Makronutrien yang menurunkan kadar LDL-C seperti tanaman stanol/sterol (2 g/ hari) dan serat larut air (10-25 g /hari) juga direkomendasikan. Prinsip dasar terapi farmakologi adalah untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

Obat utama yang disarankan adalah statin. Obat lainnya, seperti asam fibrat, asam nikotinat, dan bile acid sequestrant hanya digunakan bila terdapat kontraindikasi atau keterbatasan pemakaian statin. (avia)

Baca Juga:

Tips Menyuntikkan Insulin Sendiri Untuk Para Pejuang Diabetes

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan