Pukat UGM Sebut Hak Angket DPR Menabrak UU
Rabu, 03 Mei 2017 -
Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyebut hak angket yang digulirkan DPR RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menabrak sejumlah Undang-Undang (UU).
Menurut Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril ada empat UU yang ditabrak oleh DPR. Pertama, DPR menabrak Undang-Undangnya sendiri, yakni Pasal 79 UU MD3 tentang Hak Angket.
"Sekarang pertanyaan simpelnya, kebijakan pemerintah mana yang di angket, kebijakan apa yang di angket oleh DPR yang diduga bertentangan dengan UU yang mana, mereka, 'kan tidak pernah menjelaskan itu sampe sekarang," kata Oce di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu (3/5).
Oce mengatakan, DPR hanya menjelaskan ke KPK untuk meminta rekaman pemeriksaan Miryam, kemudian laporan BPK yang menemukan ada persoalan keuangan di KPK, dan terkait dengan bocornya sprindik
"Tapi menurut saya itu bukan wilayah angket," tandasnya.
Kedua, lanjut Oce, dengan meminta rekaman penyidikan terhadap Miryam, DPR menabrak UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang ada ancaman pidana jika informasi itu diperoleh.
Oce menerangkan, data Miryam merupakan data penegakkan hukum yang menurut UU, KPK harus dilindungi dan menurut UU KIP adalah informasi yang rahasia, tidak boleh dibuka kecuali di pengadilan.
"UU KIP jelas-jelas mengatakan data tersebut hanya boleh dibuka di pengadilan. Jadi, melanggar hukum, dong. DPR maksa-maksa, 'kan ada ancaman pidana," katanya.
Kemudian yang ketiga, lanjut Oce, DPR menabrak UU tanggung jawab pengelola keuangan negara. Menurutnya, itu wilayah BPK bukan DPR.
BPK, kata Oce, kalau ada laporan rekomendasi cara penyelesaiannya tunduk pada UU BPK, sesuai dengan UUD BPK itu setara dengan DPR.
"Jadi, gak ada hak DPR menjadikan laporan BPK sebagai landasan untuk mengangket orang. Gak ada itu di UU BPK. Dia seolah olah berposisi superior, dia diatas BPK, dia diatas KPK. Padahal DPR dengan BPK setara," pungkasnya.
Lalu keempat, lanjut Oce, DPR melanggar UU KPK dan KUHAP. Pasalnya, data penegakkan hukum menurut KUHAP itu konsumsi pengadilan bukan konsumsi lembaga lainnya.
"Gak boleh dia dibuka di DPR, nanti bayangkan DPRD minta dibuka di daerah. Lembaga parlemen itu fungsinya cuma tiga; membuat UU, Budjeting, dan pengawasan," tandasnya. (Pon)
Baca berita terkait hak angket lainnya di: Hak Angket KPK Dan Dagelan Wakil Rakyat