Tertekan Kondisi Ekonomi AS, Rupiah Melemah

Rabu, 14 September 2022 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah.Rupiah pagi ini melemah 88 poin atau 0,6 persen ke posisi Rp 14.940 per USD.

Pada Selasa (13/9) rupiah ditutup melemah 10 poin atau 0,06 persen ke posisi Rp 14.852 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.842 per USD.

Baca Juga:

Inflasi di AS Meningkat, Harga Minyak Turun

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, data inflasi AS yang dirilis semalam direspons dengan penguatan dolar AS.

"Pasar melihat tingkat inflasi AS bulan Agustus masih menunjukkan kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi AS secara tahunan pun masih berada di atas kisaran 8 persen," ujar Ariston.

Dari dalam negeri, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM subsidi masih menjadi penekan rupiah karena berpotensi menaikkan inflasi Indonesia lebih tinggi yang bisa menekan pertumbuhan ekonomi. Hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level Rp14.850 per dolar AS hingga Rp14.950 per dolar AS.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Selasa (13/9) bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) negara itu naik 0,1 persen (mom) pada Agustus atau 8,3 persen (yoy).

IHK inti, yang tidak termasuk makanan dan energi, naik 0,6 persen (mom) atau 6,3 persen (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dari ekspektasi pasar.

Indeks yang lebih tinggi dari yang diperkirakan mendorong dolar AS lebih kuat dan memicu ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga yang lebih besar oleh Federal Reserve (Fed) dalam upaya untuk mengekang inflasi yang kian panas.

Dolar AS menguat setelah rilis laporan inflasi. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak 1,37 persen menjadi 109,8150 pada akhir perdagangan Selasa (13/9) Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga USD.

Pejabat The Fed akan bertemu pada Selasa (20/9) dan Rabu (21/9) atau pekan depan, dengan inflasi jauh di atas target bank sentral AS 2,0 persen.

"The Fed mungkin harus menaikkan suku lebih cepat dari yang diperkirakan yang dapat menyebabkan sentimen 'risk back off' pada minyak mentah dan penguatan lebih lanjut terhadap dolar," kata Wakil Presiden Senior Perdagangan BOK Financial, Dennis Kissler. (*)

Baca Juga:

Kendalikan Inflasi Perlu Subsidi Transportasi

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan