Tersangka Denny Indrayana Mangkir Dari Panggilan Polisi

Kamis, 02 April 2015 - Bahaudin Marcopolo

MerahPutih Nasional - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang juga tersangka dalam dugaan kasus korupsi Payment Gateaway atau pembayaran secara elektronik pembuatan paspor, Denny Indrayana mangkir dari panggilan penyidik Mabes Polri.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Rikwanto menjelaskan, sesuai jadwal bekas Wamenkumham di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu akan diperiksa penyidik pada pukul 09.00 wib terkait kasus yang membelitnya.

"Namun sampai saat ini ia belum datang juga," kata Rikwanto di kantornya, Kamis (2/4). (Baca :Denny Indrayana Dibela Politisi PKS)

Dikatakan Rikwanto bahwa pihaknya akan menunggu kedatangan Denny hingga pukul 15.00 WIB.

"Kalau tidak datang nanti akan kita tanya apa alasannya," tandas Rikwanto.

Seperti diberitakan merahputih.com sebelumnya, Denny Indrayana resmi menyandang status tersangka. Bekas penggiat demokrasi yang juga aktivis anti korupsi itu dinilai berperan menginstruksikan penunjukan dua vendor payment gateway. Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud, yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Anton Charliyan menjelaskan hingga kini penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas kasus tersebut. Penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp 32.093.692.000. Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.

"Sebelumnya, ada proyek yang dilaksanakan, namanya Simponi. Ini program pembuatan paspor secara elektronik juga, malahan tidak dipungut biaya. Tapi Denny tetap mau sistem payment gateway yang berjalan," kata Anton, Rabu (25/3).

Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama. (gms

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan