Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Jokowi: Prinsip Dasar Transportasi Bukan Mencari Laba

Selasa, 28 Oktober 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara terkait polemik proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh, yang belakangan menjadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai penyelidikan atas proyek tersebut.

Jokowi menegaskan bahwa pembangunan transportasi massal seperti kereta cepat tidak didasari motif mencari keuntungan finansial, melainkan sebagai upaya memberikan layanan publik dan mengurangi kemacetan di wilayah perkotaan.

Menurut Jokowi, proyek senilai Rp 120,6 triliun itu bertujuan memindahkan pola mobilitas masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum agar kemacetan di Jakarta dan sekitarnya berkurang.

“Kita harus tahu masalahnya dulu. Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah. Ini sudah sejak 30 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu, dan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) kemacetannya juga parah, termasuk Bandung juga kemacetannya parah,” ujar Jokowi, Senin (27/10).

Baca juga:

Terungkap! KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh Sejak Awal 2025

Ia menyebut, akibat kemacetan di Jakarta, kerugian ekonomi mencapai sekitar Rp 65 triliun per tahun. Jika digabung dengan wilayah Jabodetabek dan Bandung, angka kerugian bisa menembus lebih dari Rp 100 triliun per tahun.

“Untuk mengatasi itu, kemudian direncanakan dibangun yang namanya MRT, LRT, kereta cepat. Sebelumnya lagi sudah ada KRL dan kereta bandara,” katanya.

Jokowi menjelaskan, seluruh proyek tersebut bertujuan mendorong masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum agar kerugian akibat kemacetan dapat berkurang.

“Prinsip dasar transportasi umum itu adalah layanan publik. Ini yang harus dimengerti, jadi bukan untuk mencari laba,” tegasnya.

Baca juga:

KPK Selidiki Proyek Kereta Cepat Whoosh, KCIC: Kami Hormati Proses Hukum

Menurutnya, keberhasilan transportasi massal tidak diukur dari keuntungan finansial, melainkan dari social return on investment atau manfaat sosial yang dihasilkan.

“Keuntungan sosial itu bisa berupa pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, berkurangnya polusi udara, dan waktu tempuh yang lebih singkat,” paparnya.

Jokowi juga menegaskan bahwa subsidi pada transportasi umum bukanlah bentuk kerugian negara, melainkan investasi sosial.

“Kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian. Seperti MRT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mensubsidi Rp800 miliar per tahun,” ucapnya.

Ia memperkirakan, jika jalur MRT dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI telah beroperasi penuh, subsidi yang dibutuhkan bisa mencapai Rp 4,5 triliun, berdasarkan perhitungan 12 tahun lalu.

Selain manfaat sosial, Jokowi menyebut kehadiran Kereta Cepat Whoosh juga menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

“Kereta Cepat Whoosh menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi yang kemudian juga menumbuhkan UMKM dan warung-warung di sekitar wilayah tersebut,” katanya.

Baca juga:

KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Sudah Masuk Tahap Penyelidikan

Jokowi menambahkan, sejauh ini transportasi massal di Indonesia terus berkembang. MRT Jakarta telah mengangkut 171 juta penumpang sejak beroperasi, sementara Kereta Cepat Whoosh sudah melayani sekitar 12 juta penumpang.

“Itu tidak mudah dan juga bertahap, tidak bisa langsung orang berbondong-bondong ke transportasi massal,” ujarnya.

Terkait dengan isu pembayaran utang proyek, Jokowi menegaskan hal tersebut merupakan urusan pemerintah dan bukan menjadi masalah dalam pelaksanaannya.

“Itu kewenangan pemerintah. Saya tidak mau menjawab soal itu,” pungkasnya. (Ismail/Jawa Tengah)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan