'Tepuk Gempa' BMKG dan Simulasi Sejak Dini, Perbandingan Cara Indonesia dan Jepang Bersiap Hadapi Bencana

Selasa, 14 Oktober 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - LAGU Tepuk Gempa dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) lagi viral nih. Lagu tersebut viral di berbagai platform media sosial karena jadi srana edukasi bagi masyarakat, terutama anak-anak, tentang apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa bumi. Dengan lirik sederhana dan gerakan tepuk tangan yang mudah diingat, Tepuk Gempa diharapkan bisa menjadi sarana edukasi kebencanaan yang ringan, tapi efektif.

Langkah BMKG ini menjadi bagian dari upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana, mengingat Indonesia berada di kawasan cincin api Pasifik yang rawan gempa bumi dan letusan gunung berapi. Melalui pendekatan edukatif seperti tepuk gempa, masyarakat, terutama generasi muda, diharapkan mampu mengenali tanda-tanda gempa serta memahami langkah penyelamatan diri secara tepat tanpa panik.

Namun, apakah cara ini cukup?

Yuk, kita tengok cara Jepang untuk bersiap hadapi bencana gempa bumi. Jika dibandingkan dengan Jepang, pendekatan Indonesia masih dalam tahap pengenalan budaya kesiapsiagaan. Jepang, yang juga terletak di kawasan rawan gempa, dikenal sebagai negara dengan sistem penanggulangan bencana paling disiplin di dunia. 'Negeri Sakura' tersebut bahkan telah menanamkan pendidikan kesiapsiagaan gempa sejak sekolah dasar.

Baca juga:

Setelah 'Tepuk Sakinah' Terbitlah 'Tepuk Gempa' dari BMKG, Berikut Lirik Lengkapnya



Di Jepang, simulasi gempa merupakan kegiatan rutin yang dijadwalkan beberapa kali dalam setahun di berbagai institusi pendidikan. Anak-anak diajarkan langkah-langkah konkret yang harus dilakukan saat gempa terjadi. Misalnya, ketika gempa mengguncang saat siswa berada di kelas, mereka segera berlindung di bawah meja dan berpegangan pada kaki meja hingga getaran berhenti. Setelah itu, guru akan memandu seluruh siswa keluar dengan tertib menuju area aman, lalu memanggil nama satu per satu untuk memastikan tak ada yang tertinggal atau terluka.

Sementara itu, jika gempa terjadi saat para siswa sedang berada di luar ruangan atau di lapangan sekolah, mereka telah dilatih untuk berkumpul di tengah lapangan, menjauh dari bangunan, tiang, atau benda tinggi lainnya. Di beberapa sekolah, latihan simulasi ini bahkan melibatkan pihak pemadam kebakaran atau badan penanggulangan bencana lokal. Para siswa juga berkesempatan mengikuti latihan di ruangan khusus yang dirancang untuk meniru sensasi guncangan gempa sungguhan sehingga mereka bisa merasakan dan memahami kondisi riil saat bencana terjadi.

Dari sini terlihat perbedaan pendekatan kedua negara. Indonesia mulai menanamkan edukasi kebencanaan dengan cara edutainment, sedangkan Jepang mengandalkan disiplin, latihan rutin, dan penerapan langsung sejak dini. Meski berbeda metode, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu membentuk masyarakat yang tangguh, waspada, dan siap menghadapi bencana alam yang tak dapat diprediksi.

Jika Tepuk Gempa menjadi awal kesadaran baru bagi masyarakat Indonesia, Jepang telah menunjukkan bahwa kesiapsiagaan bukan sekadar pengetahuan, melainkan kebiasaan hidup yang harus dibangun sejak kecil. Semoga aja nih, Tepuk Gempa menjadi awal baik dari pemerintah Indonesia dalam menanamkan kesiapsiagaan menghadapi berbagai bencana, terutama gempa bumi.(Far)

Baca juga:

BMKG Ungkap Penyebab Gempa M 7,6 di Filipina, Ada Pergerakan Lempeng Tektonik di 2 Samudra

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan