Tan Malaka: Kisah Cinta Sang Revolusioner yang Bertepuk Sebelah Tangan (Bagian 5)

Rabu, 25 Februari 2015 - Noer Ardiansjah

MerahPutih Nasional - Gambaran sosok revolusioner yang lekat pada diri Tan Malaka seakan menjadi misteri manakala kita mencoba mengetahui kisah percintaan pada diri penggagas pertama Republik untuk Indonesia ini.

Sebelum berangkat ke negeri Belanda untuk melanjutkan studinya karena mendapat beasiswa, Tan mengenal sosok perempuan satu-satunya di kelasnya bernama Syarifah Nawawi. Selama di Belanda, Tan rajin mengirimi Syarifah surat cinta yang tidak pernah dibalas oleh Syarifah. "Tan Malaka, seorang pemuda yang aneh", begitu menurut Syarifah pada Harry A Poetze yang menuliskan biografi Tan Malaka selama separuh usianya. Syarifah kemudian menikah dengan seorang bupati, sedangkan Tan melanglangbuana ke berbagai negara.

Lewat kesaksian seorang rekan Tan Malaka yang pernah menjadi wakil presiden di era Soeharto bernama Adam Malik Batubara rupanya pernah menanyakan, "Apa Bung pernah jatuh cinta?" kepada Tan Malaka."Pernah. Tiga kali malahan. Sekali di Belanda.  Sekali di Filipina dan sekali lagi di Indonesia. Tapi semuanya itu katakanlah hanya cinta yang tidak sampai, perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan (Indonesia)," jawab Tan Malaka.

Pernyataan Tan yang lebih mementingkan perjuangan ketimbang percintaan itu diamini oleh SK Trimurti, istri dari Sajoeti Melik. Dalam buku 'Tan Malaka: Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia' Karya Harry A Poeze, menyebutkan alasan Tan Malaka tak menikah.

Istri dari Sajoeti Melik tersebut mengatakan, "Ia (Tan Malaka) tidak kawin karena perkawinan akan membelokannya dari perjuangan. Ia bersikap penuh hormat terhadap perempuan. Ia juga tak pernah berbicara tentang perempuan dalam makna seksual.  Dari sudut ini ia seorang yang bersih." ujar SK Trimurti.

Dalam buku 'Tan Malaka: Pahlawan Besar yang Dilupakan Sejarah', di Indonesia, Tan pernah jatuh cinta kepada satu-satunya siswi perempuan di sekolahnya, yakni Syarifah Nawawi.

Namun cinta Tan Malaka rupanya bertepuk sebelah tangan. Syarifah menikah dengan RAA Wiranatakoesoema, Bupati Cianjur yang saat itu sudah memiliki lima orang anak.

Tan Malaka juga pernah memiliki kedekatan dengan Paramitha 'Jo' Abdurrachman pasca Proklamasi Kemerdekaan RI. Paramitha berkenalan dengan Tan Malaka saat masih tinggal di rumah Achmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri RI pertama, tahun 1945. Tan sangat menyukai kepintaran Paramitha bermain piano.

Setelah Tan Malaka tak lagi tinggal di rumah Soebardjo, Paramitha masih kerap bertemu dengannya. Paramitha memiliki rasa kasih dan cinta terhadap Tan Malaka. Ia kerap berbincang lama dan memberi perhatian lebih kepada Tan. Niamun, keduanya tak sampai menuju pernikahan.

Dekati Gadis Belanda dan Filipina

Di Belanda, Tan Malaka juga dikabarkan pernah menjalin hubungan dengan gadis Belanda bernama Fenny Struyvenberg. Mahasiswa kedokteran itu bahkan kerap datang ke rumah sewa yang ditinggali Tan Malaka .

Sementara itu, Tan Malaka dalam biografinya "Dari Penjara ke Penjara Jilid I' sempat menyinggung kedekatannya dengan seorang gadis Filipina bernama Carmen, yang menolongnya dalam pelarian, hingga sukses masuk ke negeri itu.

Carmen adalah anak dari bekas pemberontak di Filipina dan rektor Universitas Manila. Dia mengelola asrama itu bersama ibunya. Nona Carmen mengajarkan soal tata cara hidup sebagai orang Filipina dan sebagainya kepada Tan Malaka .

Dari Carmen pula, Tan Malaka mendapat pengetahuan cara untuk masuk ke Filipina termasuk di antaranya mempelajari bahasa Tagalog di sebuah asrama Filipina yang terletak di Hong Kong. Tan Malaka mengambarkan letak Canton dan Hong Kong hanya dipisahkan oleh sungai.

Alhasil, semua pelajaran dan informasi yang diberikan itu membawa Tan Malaka sukses melewati segala macam pemeriksaan untuk masuk ke Filipina.

Dalam catatannya, peneliti sekaligus penulis buku Tan Malaka, Harry A Poeze mengatakan, dalam pelariannya di luar negeri, Tan Malaka sempat berhubungan khusus dengan sejumlah wanita. Namun sadar sebagai tokoh gerakan radikal yang diburu oleh dinas rahasia negara kapitalis seperti Amerika Serikat, Inggris dan Belanda, ia tak mungkin bisa menikah. "Tan Malaka bilang saya orang gerakan radikal dan diburu selalu. Saya harus bisa meloloskan diri karena itu gak ada waktu untuk berkeluarga. Ini nasib seorang revolusioner," pungkas Poeze. (man)

BACA JUGA: Tan Malaka: Penggagas Pertama Republik Indonesia (Bagian 4)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan