Setya Novanto Tidak Bisa Ajukan Praperadilan, Ini Penyebabnya
Selasa, 18 Juli 2017 -
MerahPutih.com - Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto tidak bisa mengajukan permohonan praperadilan atas status tersangka yang disematkan kepadanya. Pasalnya, Novanto hingga kini belum menerima salinan keputusan penetapan tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham berharap, lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo cs itu segera mengirimkan surat tersebut.
"Kami ingin sekali, agar surat keputusan penetapan Pak Setya Novanto sebagai tersangka oleh KPK segera diterima Setnov atau oleh DPP Golkar," ujar Idrus di kantor DPP Golkar, Bilangan Slipi, Jakarta Pusat, Selasa (18/7).
Idrus menjelaskan, surat resmi dari KPK soal penetapan tersangka Novanto dalam perkara korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut sangat penting bagi ketua umumnya atau pun Partai Golkar.
"Itu menjadi persyaratan dan sekaligus bahan yang penting untuk kami pelajari bagaimana konstruksi hukumnya, fakta hukumnya, dan sebagainya," jelasnya.
Pihaknya, sambung Idrus, bakal melakukan langkah selanjutnya. Yakni, apakah mengajukan praperadilan atau tidak. Langkah-langkah itu ditentukan setelah menerima dan mempelajari surat penetapan tersangka.
"Karena apabila diajukan praperadilan, kami pastikan bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada. Itu adalah permohonan dipenuhi, pasti dipenuhi," pungkas Idrus.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka baru dalam kasus e-KTP.
"KPK menetapkan saudara SN, anggota DPR periode 2009-2014 sebaai tersangka terbaru kasus e-KTP," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam junpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta selatan, Senin (17/7).
Dalam surat dakwaan kasus e-KTP, Novanto disebut bersama-sama Irman, Sugiharto, Andi Narogong, mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini dan Drajat Wisnu, Direktur PNRI Isnu Edhi Wijaya, terlibat melakukan korupsi proyek e-KTP.
Peran Novanto dalam proyek yang diduga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu pun diperkuat jaksa penuntut umum KPK dalam surat tuntutan Irman dan Sugiharto.
Novanto juga disebut berperan mengatur proyek e-KTP ini bersama Andi Narogong, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Mereka berempat bersepakat bahwa anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, 51 persennya atau Rp 2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja rill pembiayaan proyek.
Sementara itu, sisanya, sebesar 49 persen atau senilai Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak, baik anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kemendagri hingga pengusaha pemenang proyek e-KTP.
Selain Novanto, KPK juga telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Mereka di antaranya, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, Sugiharto dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. (Pon)
Baca juga berita lain terkait penetapan tersangka Setya Novanto baca juga: Rapat Pleno Golkar Bahas Status Tersangka Setnov