Senator: Putusan MK Soal Anggota Parpol Dilarang Nyalon DPD Politis

Selasa, 24 Juli 2018 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Benny Rhamdani buka suara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota partai politik menjadi calon legislatif (caleg) DPD RI.

Menurut Benny, MK seharusnya hanya menafsirkan suatu pasal dalam undang-undang berdasar pada Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Namun, dalam putusan ini, katanya, MK telah melahirkan normal baru yang menjadi kewenangan lembaga legislatif.

"Jadi MK telah keluar dari kewenangannya secara hukum, MK telah melakukan ultrapetita, dia telah mengambil satu keputusan di luar kewenangannya," kata Benny di Jakarta, Selasa (24/7) malam.

Benny menilai, akan lebih bijak jika MK memberikan usulan kepada DPR untuk merevisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu, ketimbang melahirkan normal baru.

Pasalnya, lanjut dia, dalam Pasal 182 huruf I UU Pemilu hanya mengatur tentang pekerjaan lain yang tak boleh dilakukan oleh calon Senator, bukan larangan menjadi anggota parpol.

Sebagaimana diketahui, MK telah memutuskan untuk mengabulkan gugatan terhadap uji materi Pasal 182 huruf I UU Pemilu pada Senin (23/7) kemarin. Putusan ini melarang anggota parpol untuk nyaleg sebagai Senator.

Oesman Sapta Odang
Oesman Sapta Odang termasuk senator yang gagal maju kembali pada Pemilu 2019 (Foto: Antara)

Pasal 182 huruf I UU Pemilu sendiri menyebutkan, perseorangan dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan antara lain tak praktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, atau hak sebagai anggota DPD.

"Kami meyakini ada kegentingan poltik oknum-oknum tertentu yg kemudian menetapkan target poltik sesuai tentu dalam skenario poltik mereka," tegas Benny.

"Yang kita sesalkan lembaga terhormat MK diisi oleh orang-orang yang memiliki kepentingan politik dan menyelundupkan kepetingan politiknya dalam putusan hukum," sambungnya.

Benny menambahkan, muatan politis yang ia maksud adalah digunakannya putusan MK untuk menjegal orang-orang yang berada di kepengurusan partai dalam pencalonan DPD.

Indikasi lainnya, jelas Benny, adalah waktu pembacaan putusan MK, yang justru dilakukan usai KPU menutup pendaftaran anggota DPD dan DPR RI.

Pendaftaran Caleg DPR telah dilakukan pada 4-10 Juli 2018, sedangkan pendaftaran calon anggota DPD dibuka pada 9-11 Juli 2018.

Dengan demikian, para pengurus parpol yang mendaftar sebagai calon anggota DPD hanya memiliki dua pilihan, yaitu mengundurkan diri dari kepengurusan partai atau mencabut pendaftarannya sebagai caleg DPD RI.

"Ini pun sudah sangat terkunci, saya katakan, putusan MK ini adalah putusan yang sangat berbahaya, menjadi ancaman serius. 78 anggota calon DPD yang berasal dari partai itu terancam hak politiknya untuk mencalonkan diri ke DPR," papar Benny.

KPU sendiri telah menegaskan takkan mengganti nomor urut calon urut Caleg DPR. KPU hanya memperbolehkan partai peserta Pemilu untuk mengganti Caleg yang tidak memenuhi syarat dengan orang lain.

Dengan demikian, tidak akan ada penambahan nomor urut untuk Caleg DPR. Hal inilah yang menutup kans Caleg DPD yang berasal dari parpol untuk menyeberang menjadi Caleg DPR.

"Jadi dia (putusan MK) ancaman yang sangat berbahaya untuk menghilangkan hak politik warga negara yang diatur UUD 1945 pasal 28 ayat 3 huruf D," pungkasnya.(Pon)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: SBY Sebut Jalan Koalisi dengan Gerindra Terbuka Lebar

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan