Salam Tempel yang Selalu Dinanti
Senin, 25 April 2022 -
PADA hari raya Idul Fitri, tradisi salam tempel selalu dinantikan oleh anak-anak. Salam tempel dapat diartikan sejumlah uang yang dimasukkan dalam amplop, diberikan sambil bersalaman dan dilakukan saat berpamitan pulang.
Salam tempel tidak melulu mendapatkan uang banyak, loh, ini seolah sudah menjadi tradisi saat hari raya. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh orang yang lebih tua dan memiliki penghasilan sendiri dengan membagikan uang kepada sanak saudara, khususnya yang masih dalam kelompok usia anak-anak dan orang tua. Anak-anak sudah cukup senang apabila uang yang didapatkan tersebut uang yang masih baru, tidak peduli berapapun besaran nominalnya.
Menarik untuk mengetahui sejak kapan tradisi tersebut ada dan apa makna di dalam tradisi membagikan uang saat Hari Raya tersebut.
Baca Juga:
Seberapa Antusias Warga +62 Ingin Mudik Mengobati Rindu Kampung Halaman
Dipengaruhi budaya Arab dan Tionghoa

Tradisi salqm tempel ini ternyata memiliki sejarah panjang bagi umat Islam. Di Uni Emirat Arab, salam tempel dikenal sebagai EIdiyah. Di Uni Emirat Arab tradisi memberikan uang tunai tersebut dilakukan pada hari-hari raya besar, seperti Idul Fitri atau Idul Adha. Dilansir dari laman The National, tradisi ini dimulai pada awal abad pertengahan, ketika Khalifa Fatimiyah membagikan uang, pakaian, makanan kepada warga yang sudah lansia dan anak-anak saat Lebaran.
Akhir periode Ottoman, Eidiyah merujuk pada sejumlah uang pecahan kecil. Uang itu diberikan kepada orang tua dan anak-anak oleh anggota keluarga yang telah berpenghasilan atau orang yang lebih tua. Meski sudah terjadi lama dan turun-temurun, Eidiyah di Uni Emirat Arab bukanlah tradisi yang universal. Tak seluruh keluarga melakukan hal yang sama pada anak-anak atau kerabat mereka yang berusia muda.
Seiring berkembangnya zaman, Eidiyah tidak hanya berupa uang. Banyak anggota keluarga yang mengubah THR atau Eidiyah menjadi ponsel baru atau konsol video gim. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengajari anak-anak mereka untuk mengubah nilai uang dengan bentuk investasi finansial.
Berbeda dari Uni Emirat Arab, menurut Kepala Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Sunu Wasono mengatakan, tradisi ini terpengaruh juga oleh budaya Tionghoa, yaitu memberikan angpao seperti saat Tahun Baru Imlek.
"Pengaruh yang tidak disadari, maka menjadi tradisi yang kita anggap sebagai bagian dari cara hidup atau kebiasaan kita," jelasnya. Walau demikian, Sunu menyebut tradisi berbagi di hari raya atau hari besar itu berlaku untuk pemeluk agama mana pun.
Baca Juga:
Simbol semangat berbagi

Sunu menjelaskan, pemberian uang baru itu bisa dimaknai sebagai simbol semangat berbagi dari orang yang memiliki rezeki berlebih kepada kerabat. Tradisi tersebut merupakan bagian dari solidaritas sosial agar semua orang berbahagia dalam merayakan hari yang istimewa.
"Karena semangatnya adalah semangat cinta kasih dan berbagi, sehingga semua sama-sama merasa bahagia," jelasnya.
Soal pemberian berupa uang baru, Sunu menyebut hal itu dilakukan agar disukai oleh anak-anak. Menurutnya, sesuatu yang baru itu menarik di mata anak meskipun nominalnya kecil. Jika ditarik ke makna yang lebih luas, ia menyebut bahwa uang baru bisa menjadi simbol semangat baru setelah menjalani puasa selama satu bulan.
Penekanan secara harafiah dari kata fitri, yaitu diharapkan kita menjadi pribadi baru yang merupakan hasil penggemblengan dari sebulan penuh berpuasa dan menahan diri. (DGS)
Baca Juga: