Risiko Turbulensi Parah Saat Cuaca Jernih Meningkat

Kamis, 04 Juli 2024 - Alwan Ridha Ramdani

Merahputih.com - Turbulensi parah atau hebat terjadi dalam beberapa waktu ini, melanda dunia penerbangan. Singapore Airlines, Korean Air dan teranyar maskapai Air Europa mengalami pendaratan darurat usai mengalami turbulensi hebat pada 1 Juli 2024.

Dilansir dari laman channelnewsasia.com, tercatat tahun 2023 durasi tahunan turbulensi udara cerah meningkat sebesar 17 persen. Kasus ini mengalami kenaikan signifikan tahun 1979 hingga 2020, di mana kasus parah meningkat lebih dari 50 persen.

Tak hanya itu, dilansir dari CNN, kejadian turbulensi dalam tahap sedang di Amerika mencapai angka 65 ribu penerbangan.

Lalu kejadian turbulensi tingkat parah di Amerika mencapai hingga 5.500, diperkirakan bahwa angka kejadian akan terus bertambah.

Baca juga:

AWS Generative AI Accelerator Diklaim Bisa Atasi Masalah Keuangan hingga Perubahan Iklim

Profesor ilmu pengetahuan atmosfer di University of Reading, Inggris, Paul Williams memaparkan kejadian turbulensi jadi dua-tiga kali lipat di dekade mendatang.

Hasil tersebut, didapat dari simulasi komputer, dan menemukan kalau hal turbulensi parah juga dipengaruhi kondisi perubahan iklim.

Selain itu, temuan itu dikonfirmasi lewat pengamatan langsung, di mana dikenal dengan turbulensi udara jernih.

Disebut bahwa turbulensi udara jernih lebih sulit diprediksi ketimbang jenis turbulensi lainnya. Pasalnya turbulensi udara jernih terjadi seketika dan sulit dihindari. Tak seperti turbulensi yang umum terjadi dengan peringatan adanya badai atau cuaca berawan.

Baca juga:

Perubahan Iklim Yang Memburuk Ganggu Kondisi Perdagangan

Ilmuwan mengingatkan pentingnya untuk selalu mengenakan sabuk pengaman, pasalnya saat penerbangan selalu ada risiko turbulensi cuaca jernih, di mana kasus ini tidak terlihat oleh radar, semakin parah akibat perubahan iklim. (Tik)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan