Rencana Revisi UU ITE, Pemidanaan Bagi Aktivis yang Kritis Harus Dihentikan
Rabu, 24 Februari 2021 -
MerahPutih.com - Keluarnya Surat Edaran (SE) Kapolri yang menyebutkan tersangka Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tak perlu ditahan jika ada proses damai dari yang berperkara dinilai positif.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai, langkah pertama dari kepolisian setelah terbitnya SE itu adalah memastikan bahwa seluruh aktivis yang ditersangkakan dengan pasal-pasal ITE kasusnya dihentikan.
Baca Juga
Pimpinan DPR Nilai Pemerintah Perlu Memasukkan Revisi UU ITE ke Prolegnas 2021
"(SE Kapolri) membuktikan bahwa suasananya telah berubah, maka pemidanaan aktivis atas sikap kritis mereka sebaiknya dihentikan," ujarnya saat kepada wartawan, Rabu (24/2).
Ray mengaku khawatir karena persoalan SE ini adalah soal efektivitasnya. "Apakah seluruh anggota polisi memahami dan tentunya berkenan menjalankan isi dari SE ini," jelas Ray.
Apalagi tidak ada sanksi yang diberikan jika misalnya ada anggota polisi yang tidak melaksanakan penanganan kasus seperti dalam SE tersebut.
Seperti dalam kasus paling anyar yang menimpa 4 petugas nakes (tenaga kesehatan) di Pematang Siantar yang dilaporkan melakukan penistaan agama karena memandikan jenazah bukan muhrim. Polisi kemudian menetapkan mereka sebagai tersangka.
"Ini belum terlihat ada upaya untuk menjembatani komunikasi para pihak," jelas Ray.

Ray pun meminta agar Presiden Joko Widodo juga meninjau pasal-pasal yang ada di KUHP, apakah sudah memberi ruang yang cukup bagi publik untuk mengkritik dan berpendapat atau tidak.
"Sebab kalau enggak, ini berpindah pasal saja, praktiknya mungkin akan sama, kalau kita enggak pakai Undang-Undang ITE, ya kita pakai yang KUHP, toh sama-sama saja itu," kata dia.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat edaran terkait penerapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu isinya adalah soal penahanan tersangka kasus UU ITE.
Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif itu diteken Jenderal Sigit pada 19 Februari 2021.
Terkait UU ITE, Jenderal Sigit menginstruksikan seluruh anggota Polri menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Ada 11 poin pedoman yang diberikan oleh Jenderal Sigit. Di poin G, penyidik diwajibkan berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir lama penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
"Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme," tulis Jenderal Sigit.
Lalu, bagaimana jika korban tetap ingin melanjutkan perkara hingga meja hijau? Jika tersangka sudah meminta maaf, tersangka tidak akan ditahan.
"Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberi ruang untuk mediasi kembali," ungkap Jenderal Sigit. (Knu)
Baca Juga
Aturan Baru Kapolri: Status Tersangka UU ITE Wajib Diputus Jenderal Bintang Tiga