Ratusan Ribu Insiden Perceraian Setiap Tahun, Pasangan Pranikah kini Dibekali Pengetahuan Membangun Rumah Tangga

Jumat, 16 Mei 2025 - Ananda Dimas Prasetya

Merahputih.com - Tingginya potensi perceraian pasangan nikah di tanah air menjadi perhatian Kementerian Agama (Kemenag). Kemenag pun tengah merancang skema baru bimbingan pranikah. Hal itu dilakukan melalui pemetaan wilayah-wilayah dengan tingkat perceraian tinggi.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad mengatakan pemetaan dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti faktor kultural, akses layanan keagamaan, serta kualitas pembinaan keagamaan di masyarakat.

Menurutnya, skema baru ini akan memasukkan pendekatan berbasis komunitas, integrasi modul dengan dinamika lokal, serta penyuluhan pascapernikahan.

“Tujuannya adalah untuk membekali calon pengantin dengan keterampilan hidup dalam membangun rumah tangga yang tangguh,” kata dia dalam keteranganya di Jakarta dikutip Jumat (16/5).

Baca juga:

Pernikahan Lintas Agama Paling Rawan Cerai, Menag Soroti Angka Perceraian

Skema baru ini dirancang mengingat tingginya angka perceraian di Indonesia dalam lima tahun terakhir. Dalam kurun 2020 hingga 2024, angka perceraian konsisten berada pada kisaran ratusan ribu per tahun. Bahkan meningkat signifikan pada masa pandemi dan pasca-pandemi.

“Tingginya angka perceraian menunjukkan perlunya evaluasi terhadap pendekatan bimbingan pranikah agar lebih adaptif dengan kondisi kehidupan berumah tangga masa kini,” kata Abu.

Kemenag mencatat bahwa faktor penyebab perceraian meliputi perselisihan terus-menerus, persoalan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, dan krisis komunikasi.

“Satu kasus perceraian bisa disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus. Ini menunjukkan perlunya pendekatan bimbingan yang multidimensi,” jelas Abu.

Baca juga:

Cegah Terjadinya Perceraian Rumah Tangga, Kemenag Bakal Berperan jadi ‘Makcomblang’ hingga Penasihat Pernikahan

Abu mengungkapkan, kelompok usia 22–24 tahun menjadi kelompok dominan dalam peristiwa pernikahan.

Kelompok ini, imbuhnya, rawan menghadapi konflik rumah tangga akibat ketidaksiapan emosional dan rendahnya manajemen konflik.

“Karena itu, skema bimbingan kita harus bisa bertransformasi menjadi sarana pembentukan bekal kehidupan rumah tangga," imbuhnya.

Salah satu strateginya adalah memperluas peran penyuluh agama sebagai agen perubahan sosial berbasis keluarga. Dia ingin memastikan setiap pasangan yang menikah tidak hanya sah secara agama dan negara.

“Tapi juga siap secara lahir batin membangun keluarga yang sehat dan harmonis,” pungkas Abu. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan