Guru Besar UGM Usul Sistem Baru Agar Perceraian Tak Jadi Ajang Buka Aib Suami-Istri dan Saling Menyalahkan di Pengadilan
Ilustrasi (Pexels/cottonbro studio)
Merahputih.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Hartini, mengusulkan penerapan sistem perceraian tidak berdasarkan kesalahan. Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak buruk konflik serta mengurangi meluasnya praktik saling membuka aib dan menyalahkan dalam proses perceraian.
"Ini bukan untuk memudahkan perceraian, tetapi agar perceraian tidak menjadi ajang membuka aib dan saling menyalahkan," ujar Hartini, Rabu (5/11).
Usulan ini berangkat dari pandangan bahwa Indonesia lebih cenderung menganut sistem perceraian berbasis kesalahan. Sistem ini menekankan pembuktian pihak yang dianggap bersalah dalam keretakan rumah tangga, termasuk dalam praktik di peradilan agama.
Baca juga:
Lirik Lagu Pawang Ciptaan Yaqin, Lahir dari Kisah Perceraian Publik Figur
Modifikasi Sistem Perceraian Tanpa Revisi Undang-Undang
Menurut Prof. Hartini, modifikasi sistem perceraian ini bisa diterapkan tanpa perlu merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Ia menjelaskan bahwa ketentuan mengenai perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dalam Pasal 19 huruf f PP 9/1975 sudah memberikan celah untuk menerapkan model perceraian tanpa kesalahan, karena alasan ini tidak menunjuk satu pihak pun sebagai penyebab keretakan.
"Ini pintu masuk bagi Indonesia untuk mengakomodasi perceraian dengan tidak berbasis kesalahan," katanya.
Fokus pemeriksaan perkara perceraian, seharusnya diarahkan pada kondisi perkawinan itu sendiri, bukan pada pencarian pihak yang bersalah. "Tujuan pembuktiannya difokuskan kepada apakah perkawinan ini sudah betul-betul pecah atau belum," katanya.
Hartini menambahkan, sejumlah negara Eropa, termasuk Belanda, sudah lebih dulu mendasarkan perceraian pada kondisi pecahnya perkawinan tanpa mencari pihak yang bersalah.
Terkait prosedur, saat ini Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) mensyaratkan pembuktian pisah rumah minimal enam bulan bagi pasangan yang mengajukan gugatan dengan alasan perselisihan terus-menerus.
Baca juga:
Heboh! Fenomena Para Istri di Blitar Ramai-Ramai Ajukan Cerai Usai Dilantik PPPK
Hartini mengusulkan agar durasi syarat pisah rumah ini diperpanjang menjadi satu hingga dua tahun. Perpanjangan waktu ini dinilai memadai bagi pasangan untuk menimbang kelanjutan rumah tangga, termasuk solusi pengasuhan anak dan pembagian harta bersama.
"Pokoknya yang penting jangan hanya enam bulan," katanya.
Prof. Hartini menegaskan bahwa jika model tanpa kesalahan diterapkan, sistem perceraian berbasis kesalahan yang ada saat ini tidak serta-merta dihilangkan.
Dalam konteks hukum Islam, ia menyebut sudah ada konsep "khuluk" (cerai tebus) sebagai bentuk perceraian yang tidak mencari pihak yang bersalah, yang didasarkan pada kesepakatan suami-istri.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Guru Besar UGM Usul Sistem Baru Agar Perceraian Tak Jadi Ajang Buka Aib Suami-Istri dan Saling Menyalahkan di Pengadilan
Lirik Lagu Pawang Ciptaan Yaqin, Lahir dari Kisah Perceraian Publik Figur
UGM Nonaktifkan Status Mahasiswa Dwi Hartono Tersangka Otak Pembunuhan Kepala Cabang BRI
[HOAKS atau FAKTA]: Polisi dan Kejaksaan Periksa semua Orang yang Ikut Temu Alumni UGM bersama Jokowi
Kunjungi Fakultas Kehutanan UGM, Jokowi Mau Reuni dengan Teman Kuliah
Heboh! Fenomena Para Istri di Blitar Ramai-Ramai Ajukan Cerai Usai Dilantik PPPK
Kemenlu Ungkap Diplomat Arya Daru Pernah Hadapi Bahaya di Turki dan Iran Hingga Saksi Kasus TPPO di Jepang
Diplomat Muda Tewas Dilakban di Kamar Kos, UGM Selaku Almamater Angkat Suara
Sosok Mahasiswa UGM yang Tewas Tenggelam di Maluku Tenggara Disebut Punya Pengabdian Tinggi dan Penuh Dedikasi
Kronologi 2 Mahasiswa KKN UGM Meninggal Akibat Perahu Terbalik di Maluku