Raden Aria Wangsakara, Pejuang dan Ulama Tangerang Jadi Pahlawan Nasional
Rabu, 10 November 2021 -
PRESIDEN Joko Widodo akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 4 pahlawan pada tanggal 10 November 2021, bertepatan dengan Hari Pahlawan. Salah satu yang akan diberi gelar pahlawan nasional, yakni Raden Aria Wangsakara asal Banten.
Pengumuman penganugerahan gelar pahlawan nasional tersebut, diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, pada konferensi pers.
Baca Juga:
"Bapak Presiden sudah mengeluarkan keputusan untuk memberi gelar pahlawan, kepada empat pejuang yan menginspirasi, untuk membangun Indonesia yang merdeka dan berdaulat," ujar Mahfud MD, seperti yang dikutip dari kanal YouTube Kemenko Polhukam.
Seperti yang dilansir dari berbagai sumber, Raden Aria Wangsakara merupakan ulama dan juga pejuang yang melawan VOC. Raden Aria Wangsakara dikenal sebagai pendiri wilayah Tangerang.

Selain itu, sejumlah cerita rakyat menyebut bahwa Aria merupakan laki-laki yang mencoba mengembara ketika terjadi bentrokan keluaga di Kerajaan Sumedang Larang.
Kerajaan Sumedang Larang adalah kerajaan terbesar di tanah Sunda, setelah kerajaan Pajajaran runtuh saat itu.
Selain sebagai pejuang, Aria pun dikenal sebagai ulama penyebar agama Islam. Saat itu, penyebaran agam Islam membuat Belanda ketakutan. Terlebih pusat penyebaran agama berada di dekat wilayah kekuasan Belanda, Batavia.
Karena alasan tersebut, Belanda menyerang Pesantren Grendeng yang lokasinya berada di tepi barat Sungai Cisadane, yang saat ini ada di Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.
Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1640. Adanya penyerangan tersebut menandai terbentuknya tempat hunian baru di Lengkong, Pagedangan, Kabupaten Tangerang.
Di tempat itu, para santri dari Pesantren Grendeng yang diusir Belanda, kemudian membangun Masjid dan membuat pesantren baru dibawah kepemimpinan Raden Aria Wangsakara.
Hal yang menjadi alasan migrasinya Raden Aria Wangsakara dari Tangerang (saat ini Masjid Agung Tangerang) ke wilayah tersebut. Adapun kemungkinan alasan lainnya, karena daerah yang dilewati sungai merupakan tempat yang paling disenangi. Kondsi tanahnya yang subur dan cocok untuk pertanian.
Baca Juga:
Menariknya, ada sejumlah hal yang masih dijalankan hingga saat ini di wilayah Pagedangan, yang kental dengan peninggalan Raden Aria wangsakara. Karena, dia merupakan keturunan dari daerah Sumedang, dari segi bahasa warga disana terkadang masih menggunakan bahasa Sunda halus.
Kemudian, selain dari segi bahasa ada sumur tujuh yang saat ini sudah ditutup. Alasan ditutupnya lokasi tersebut, lantaran banyak disalahgunakan oleh pengunjung.
Sementara itu, pada sejumlah literatur sejarah Kabupaten Tangerang disebutkan, bahwa Raden Aria Wangsakara pergi dari Sumedang ke Tangerang, dengan dua saudaranya, Aria Santika dan Aria Yuda Negara.
Ketiga tumenggung dari Sumedang tersebut, kemudian mendapat restu dari Sultan Banten, Sultan Maulana Yusuf. Mereka diberi tugas menjaga wilayah dari tindakan kompeni. Kemudian berdirilah benteng di Lengkong Kyai, yang lokasinya berada di tepi Sungai Cisadane sebelah barat, hingga bendungan Sangego.
Di wilayah tersebut, Raden Aria Wangsakara menetap bersama sang istri, Nyi Mas Nurmala. Istrinya adalah anak dalem Bupati Karawang Singaprabangsa. Di Lengkong Kyai, menetap pengikut Raden Aria Wangsakara yang jumlahnya sekitar 500 orang.

Kemudian di tahun 1652-1653, VOC mencium aktivitas penyebaran agam di Lengkong Kyai, mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane, yang berseberangan dengan wilayah kekuasaan Raden Aria Wangsakara.
VOC memprovokasi dan menakut-nakuti warga Lengkong Kyai, dengan mengarahkan tembakan meriam ke wilayah itu.
Sikap VOC itu lantas memicu pertempuran dengan rakyat Tangerang, yang berada di bawah kepemimpinan Raden Aria Wangsakara.
Peristiwa itu pun menjadi titik awal tumbuhnya jiwa patriotik rakyat Tangerang, yang dipimpin oleh Raden Aria Wangsakara. Karena kegigihan serta jiwa kepahlawanan kolektif, warga Lengkong akhirnya sukses mempertahankan wilayah, lewat pertempuran yang berkobar selama tujuh bulan berturut-turut. (Ryn)
Baca Juga:
Jenderal Soedirman, Pahlawan Indonesia yang Dibuatkan Patung di Negara Penjajah