Perluasan Peran TNI di Ranah Sipil, DPR Ingatkan Tumpang Tindih Wewenang
Jumat, 14 Maret 2025 -
Merahputih.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus bergulir. Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal MI, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara optimalisasi peran TNI dan prinsip supremasi sipil, khususnya dalam isu perluasan penempatan prajurit TNI di ranah sipil.
"Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar tidak menimbulkan antipati masyarakat terhadap TNI dan memicu gejolak di tengah masyarakat," ungkap Deng Ical, sapaan akrabnya, Jumat (14/3).
Baca juga:
Raker Panglima TNI dengan Komisi I DPR Bahas Perubahan UU No 34 Tahun 2004 Tentang TNI
Legislator Fraksi PKB tersebut menyatakan bahwa ruang bagi personel aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil harus disertai pembatasan yang ketat. Hal ini bertujuan untuk mencegah tumpang tindih wewenang dan intervensi militer dalam ranah pemerintahan.
"Fungsi utama TNI sebagai garda depan pertahanan negara tidak boleh terganggu oleh peran ganda yang berpotensi mengurangi profesionalisme di ranah sipil," tegasnya.
Deng Ical menambahkan bahwa penempatan personel dalam suatu jabatan harus didasarkan pada prinsip meritokrasi. Selain itu, analisis kebutuhan spesifik juga diperlukan sebagai bagian dari analisis kerja dan analisis jabatan, sehingga terlihat bahwa formasi internal suatu unit kerja memiliki kualifikasi yang sesuai. Analisis ini menjadi dasar permintaan persetujuan dari Presiden.
"Jadi, penempatan tersebut bukan berorientasi pada pembagian jabatan atau keuntungan pribadi, melainkan pada semangat pengabdian," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Prajurit aktif hanya diperbolehkan menjabat di 10 Kementerian/Lembaga tertentu, yaitu koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Mahkamah Agung, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertanahan Nasional, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), dan Badan Narkotika Nasional.
Baca juga:
Komisi I DPR Bantah Revisi UU TNI bakal Hidupkan Militerisme ala Orba
"Jika mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, hanya lembaga dengan fungsi teknis terkait pertahanan dan keamanan negara yang dapat dipertimbangkan untuk melibatkan personel aktif TNI. Itu pun dengan syarat kompetensi dan transparansi seleksi yang terukur," tambahnya.