Pemerintah Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Canggih Berbasis Integrasi Data
Sejumlah pengendara dan pejalan kaki melintasi genangan air usai hujan deras di depan Pasar Cipulir, Jakarta, Selasa (16/9/2025). Buruknya sistem drainase mengakibatkan jalan tersebut tergenang air se
Merahputih.com - Pemerintah diminta mengintegrasikan data dari tiga lembaga utama yakni Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Integrasi ini bertujuan untuk membangun sistem peringatan dini banjir yang lebih efektif.
Usulan ini muncul sebagai respons atas peringatan BMKG mengenai potensi musim hujan ekstrem pada periode 2025–2026. Peringatan tersebut harus ditindaklanjuti dengan kebijakan yang terukur, terintegrasi, dan berbasis teknologi.
"Banjir bukan semata fenomena alam. Krisis sampah yang tak terkelola di daerah wisata seperti Bali sudah memperparah dampaknya. Ini saatnya pemerintah membangun sistem peringatan dini yang canggih sekaligus membenahi tata kelola sampah secara nasional,” kata Anggota Komisi IV DPR RI, Jamaludin Malik, Kamis (18/9).
Baca juga:
Operasi SAR untuk Korban Banjir di Bali Sudah Dihentikan, Tidak dengan Bencana Tanah Longsor
Berdasarkan data BMKG, puncak musim hujan ekstrem diperkirakan terjadi dalam dua gelombang. Gelombang pertama pada November–Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan gelombang kedua pada Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Curah hujan ekstrem ini diperkirakan setara dengan volume hujan satu bulan, namun dapat turun hanya dalam satu hari.
Jamaludin juga menyoroti kerugian akibat banjir yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan sosial.
Ia mencontohkan Bali, di mana penumpukan sampah di sungai dan pantai tidak hanya merusak lingkungan dan mengganggu pariwisata, tetapi juga menimbulkan korban jiwa.
Baca juga:
Status Tanggap Darurat Bali Dicabut, BPBD Ingatkan Warga Tetap Waspada Bencana
Untuk mengatasi hal ini, ia mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat investasi dalam pengelolaan sampah, seperti pembangunan bank sampah digital, pemanfaatan teknologi daur ulang, dan pembangkit listrik tenaga sampah.
Kolaborasi antara pemerintah dengan BUMN dan sektor swasta juga dianggap penting untuk memastikan pendanaan yang berkelanjutan dan dampak nyata bagi masyarakat.
"Ketahanan lingkungan adalah bagian dari ketahanan nasional. Kita tidak bisa terus-menerus merespons bencana dengan pola reaktif. DPR RI akan mengawal agar APBN 2026 benar-benar mengalokasikan dana memadai untuk mitigasi dan adaptasi iklim, termasuk tata kelola sampah yang lebih modern dan ramah lingkungan,” tutupnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Sesalkan OTT Jaksa, Komisi III DPR Minta Akar Masalah Penegakan Hukum Diusut
Hujan Turun di Mayoritas Wilayah Indonesia, Senin (22/12)
Permukiman Warga Tidak Terdampak Banjir Lahar Hujan Gunung Semeru
DPR Desak Pengumuman UMP 2026 Transparan Agar Tak Ada Dusta
Negara Diminta 'Jemput Bola' Urus Sertifikat Korban Bencana Sumatera, Jangan Tunggu Rakyat Mengemis
DPR Warning Kementerian HAM: Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Jangan Cuma Jadi Pajangan, Implementasi Harus Se-Progresif Dialognya
Sindir Kinerja Kemenkes, Komisi IX DPR Sebut Pemulihan RS Pasca Banjir Sumatra Terlalu Santai
Desak Negara Hadir Selamatkan Pendidikan 700 Ribu Anak Papua
2 Bibit Siklon Terpantau di Sekitar NTT, Bawa Potensi Hujan Ringan hingga Lebat
Awan Tebal Menyelimuti Mayoritas Wilayah Indonesia, Kamis (18/12)