Penghiliran dan Ketahanan Energi Perlu Meminimalisasi Dampak Sosial

Selasa, 30 Desember 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - SATUAN Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional (PHKEN) menegaskan penghiliran dan ketahanan energi perlu meminimalisasi dampak sosial. Hal tersebut diungkapkan Tim Tenaga Ahli Satgas PHKEN Indra Darmawan dalam seminar tentang Kebijakan Hilirisasi dan Ketahanan Energi yang Berkelanjutan di Hotel Alana, Colomadu, Karanganyar, Senin (29/12).

"Pengambilan keputusan dalam kebijakan penghiliran tidak dapat lagi bertumpu pada asumsi, tapi harus didasarkan pada data dan pemahaman yang kuat,” ujar Indra.

Ia menegaskan, di masa depan, Indonesia tidak akan dikenang semata sebagai penghasil komoditas mentah seperti nikel atau bauksit, tapi dari cara negara ini mengelola sumber daya tersebut menjadi produk industri bernilai tambah dan berkelanjutan.

“Selama ini kebijakan sering kali tidak sepenuhnya ditopang kajian, sedangkan hasil kajian kerap tidak terintegrasi dalam proses kebijakan,” kata dia.

Ia mengatakan percepatan penghiliran dan ketahanan energi nasional harus diimbangi dengan meminimalisasi dampak sosial dan ekologis. Indra menyebut penghiliran sumber daya alam dan mewujudkan ketahanan energi nasional merupakan salah satu strategi prioritas dalam Asta Cita untuk mempercepat peningkatan perekonomian.

Baca juga:

Indonesia Segera Miliki Kilang Terbesar, Bakal Wujudkan Ketahanan Energi Presiden Prabowo



“Penghiliran harus dijalankan dengan strategi dan opsi yang tepat agar tidak menjadi sumber ketimpangan,” katanya.

Satuan tugas, kata dia, dibentuk untuk mempercepat proses penghiliran dan mewujudkan ketahanan energi nasional, yang menyelaraskan kebijakan, menentukan proyek-proyek prioritas, menyelesaikan pemberian perizinan berusaha, serta menyelesaikan berbagai hambatan secara terkoordinasi lintas kewenangan antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah,” ujarnya.

Indra mengatakan Satgas PHKEN, yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, berperan dalam bidang ini.

Menurutnya, untuk mendukung kinerja Satgas PHKEN, diperlukan kajian-kajian yang akan membantu memetakan permasalahan dan memandu arah strategi penghiliran dan ketahanan energi nasional serta berfungsi sebagai alat bagi pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan yang lebih transparan dan berbasis data. “Lewat ini diharapkan akan menjadi dasar perbaikan kebijakan dalam rangka memperkuat tata kelola proyek strategis agar sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan,” katanya.

Sementara itu, tim peneliti dari Universitas Brawijaya Hendi menyebut peluang Indonesia sangat besar karena bahan baku baterai, energi hijau, dan material ringan terus meningkat. Menurutnya, jika Indonesia mampu merancang pembiayaan berbasis risk-sharing, memperkuat tata kelola dan memastikan keberlanjutan lingkungan, penghiliran akan menjadi pilar utama transformasi ekonomi nasional.

“Jadi bukan sekadar kebijakan sesaat, melainkan strategi jangka panjang untuk meningkatkan daya saing bangsa. Pada saat yang sama, standar lingkungan dan tata kelola harus menjadi syarat utama,” tegasnya.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menambahkan lima pola utama yang dapat diadopsi Indonesia terkait dengan penghiliran, yakni persoalan insentif terintegrasi hulu-hilir seperti diterapkan Tiongkok dalam industri baterai lithium. Kedua, alokasi dana spesifik per program seperti Filipina yang menciptakan dana abadi khusus untuk industri minyak kelapa dengan alokasi 21 persen untuk replanting, 10 persen untuk kredit, dan 10 persen untuk infrastruktur.

“Ketiga, insentif berbasis kinerja dengan durasi berjenjang. Thailand memberikan tax holiday 3-4 tahun untuk industri hulu perikanan budidaya, 7-8 tahun untuk industri antara, hingga 13 tahun untuk industri hilir,” kata dia.(Ismail/Jawa Tengah)

Baca juga:

IPA Convex 2024 Kembali Digelar, Berfokus pada Ketahanan Energi

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan