Pasal Makar untuk Kasus Pengibaran Bendera Bintang Kejora Dinilai Keliru

Rabu, 04 September 2019 - Zaimul Haq Elfan Habib

Merahputih.com - Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik penggunaan pasal makar untuk para pelaku pengibar bendera Bintang Kejora di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Direktur ICJR Anggara menilai, Polri harus secara proporsional dan komprehensif melihat serta menimbang latar belakang isu Papua yang berkembang dalam beberapa hari ini.

Baca Juga:

Pengibaran Bintang Kejora di Depan Istana Upaya Pancing Aparat Bertindak Anarkistis

"Perjuangan dan demonstrasi beberapa hari ini sekali lagi didasari atas masalah pelecehan dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua yang lambat direspon oleh Pemerintah Indonesia, serta belum adanya kejelasan mengenai penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tanah Papua," kata Anggara dalam keterangannya, Rabu (4/9).

Sejumlah elemen mahasiswa Papua mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam aksi depan Istana Merdeka (Foto: antaranews)
Sejumlah elemen mahasiswa Papua mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam aksi depan Istana Merdeka (Foto: antaranews)

Ia menambahkan, bendera bintang kejora adalah simbol yang sudah menjadi kultur bagi masyarakat Papua. "Sehingga demonstrasi dengan menggunakan bendera bintang kejora adalah sebuah ekspresi kultural, sehingga tidak dapat dikatakan adanya makar," ungkap Anggara.

Selain itu, ekspresi atau pendapat politik tidak dapat dijerat pasal Makar. Pasal makar 106 KUHP berbunyi “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”

"Merujuk pada rumusan pasal 87 KUHP, maka harus ada niat dan permulaan pelaksanaan untuk memisahkan sebagian wilayah Negara," ungkap dia.

Anggara menjelaskan, makar yang berasal dari kata aanslag dalam bahasa belanda, yang artinya serangan menunjukkan bahwa ukuran permulaan pelaksanaan haruslah sebuah perbuatan yang dapat diprediksi akan mampu memisahkan sebagian atau seluruh wilayah Negara, paling mendasar adanya penggunaan kekuatan.

"Dalam hal perbuatan itu berupa diskusi, ekspresi atau pendapat maka hal ini tidak bisa diterapkan,"tambahnya.

"Sejarah juga mencatat, bahwa para pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak satupun yang dijerat dengan Pasal Makar pada masa pemerintahan Hindia Belanda;" tambah dia.

Selain itu, tindakan perubahan ketatanegaraan tidak dapat dijerat Makar, termasuk permintaan referendum.

Hak untuk menentukan nasib sendiri, lanjut Anggara, bukan hal yang tidak pernah dilakukan di Indonesia, tercatat setidaknya praktik ketatangeranaan dalam peristiwa Referendum Timor timur 1999.

Proses referendum Timor-timur mendapatkan pengakuan dari masyarakat internasional. Artinya, mengakui dan Indonesia pernah melakukan hak menentukan nasib sendiri sebagai praktik ketatanegaraan dalam arti umum.

Baca Juga:

Ini Alasan Mahasiswa Papua Pembawa Bendera 'Bintang Kejora' Tak Ditangkap

"Dalam konteks pengaturan internasional, hak menentukan nasib sendiri juga diatur dalam Pasal 1 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dimana kedua Kovenan tersebut juga menjadi bagian dari hukum yang berlaku di Indonesia. Secara luas, hak menentukan nasib sendiri adalah bagian dari praktik ketatanegaraan secara umum diakui oleh negara," jelas Anggara.

Ia mendesak Polri harus berhati-hati dalam menggunakan pasal Makar bagi mahasiswa dan aktivis Papua, serta memberikan akses yang seluas-luasnya terhadap para mahasiswa dan aktivis tersebut untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan hukum dari Pengacara.

"Mereka harus dilepaskan apabila tidak ada tindakan yang memang dapat dijerat dengan Makar," pungkas Anggara.

Seperti diketahui, delapan aktivis ditangkap karena terlibat pengibaran bendera Bintang Kejora, simbol Gerakan Papua Merdeka di depan Markas Besar TNI dan Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Aksi ratusan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme itu melakukan aksi sejak pukul 12.00 WIB. Setelah menyampaikan pendapat, mereka membuka baju untuk menunjukkan simbol perlawanan dan mengibarkan tiga bendera Bintang Kejora di depan Mabes TNI dan Istana Merdeka.

Mereka kemudian berlari mengitari bendera tersebut sambil berteriak "Papua Merdeka!" dan menyanyikan lagu "Papua bukan Merah Putih, Papua Bintang Kejora”. (Knu)

Baca Juga:

Polri Diminta Bebaskan 8 Tersangka Pengibaran Bendera Bintang Kejora

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan