Para Pengamat Ragukan Klaim Big Data Luhut Minta Pemilu Ditunda
Senin, 14 Maret 2022 -
MerahPutih.com- Wacana menunda Pemilu 2024 terus berkembang, setelah klaim dari Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut 110 juta suara rakyat Indonesia menginginkan rencana itu.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menyebut, konstitusi tidak mengenal istilah perpanjangan masa jabatan presiden dan anggota dewan. Mereka diwajibkan kembali mengikuti kontestasi setelah menjalani masa jabatan selama lima tahun.
Baca Juga:
CSIS: Big Data Lembaga Kredibel, Banyak Orang Tidak Setuju Penundaan Pemilu
"Ketika presiden masa jabatan berakhir, anggota DPR dan DPD masa jabatan berakhir, itu bisa diperpanjang secara otomatis. Itu tidak ada cerita," ungkapnya di Jakarta, Minggu (13/3).
Dia menegaskan, Indonesia menganut sistem demokrasi. Kepala pemerintahan dan wakil rakyat di pusat dan daerah dipilih rakyat melalui pemilu.
"Bagaimana masa jabatan DPR dan DPD berakhir, mereka ini mengangkat dirinya sebagai wakil rakyat dan presiden Indonesia, di situ saja udah enggak nyambung," sebut dia.
Selain itu, dia menyampaikan tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebut kepala pemerintahan dan wakil rakyat berstatus pelaksana tugas (plt). Sebab, menunggu terpilihnya kepala pemerintahan definitif melalui pemilu.
Adi lalu meminta big data yang dimaksud Luhut itu segera dibuka ke publik. Sebab, representasi rakyat yang disebut Luhut harus berdasarkan landasan yang jelas.
"Makanya, ketimbang selalu terjadi pertarungan opini, sebaiknya dibuka itu data big data yang katanya mendukung penundaan pemilu 2024. Karena ini penting siapa sebenarnya yang merepresentasikan rakyat," katanya.
Direktur IndoStrategic Ahmad Khoirul Umam menilai klaim atas nama publik itu tidak jelas. Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut hanya merupakan proses politik yang dipakai untuk menjustifikasi kepentingan.
"Nah ini yang harus diantisipasi bersama karena memang pemerintah saat ini punya kekuatan besar," ujar Umam.
Umam mengatakan, jika memang data itu benar adanya, lebih baik dibuka kepada publik.
"Yang disampaikan Pak Luhut itu jelas manipulasi informasi. Big data 110 juta orang tidak merepresentasikan apapun. Dibuka saja datanya," kata Umam.

Menurut Umam, hampir semua lembaga survei menyatakan mayoritas masyarakat tidak setuju perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu. Tidak ada survei yang mengonfirmasi big data yang disebut Luhut itu.
"Semua polster tidak mengonfirmasi itu. Setahun lalu, saya melakukan survei dan 80 persen menolak perpanjangan masa jabatan. Tapi kemudian digunakan bahasa yang sumir, big data," ucapnya.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menyoroti klaim big data oleh Luhut, yang justru berbeda dengan data yang didapat oleh berbagai lembaga survei.
"Kalau kita lihat semua kecenderungannya oleh lembaga yang kredibel, yang terpercaya dan berpengalaman itu menunjukan bahwa mayoritas hasilnya, publik menolak terhadap perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu," kata Arya Fernandes.
Dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun Youtube, Luhut menyatakan memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda. Masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional. (Knu)
Baca Juga:
Ketua DPD Patahkan Klaim Netizen Setuju Tunda Pemilu Versi Big Data Luhut