Munarman Bantah Lakukan Baiat hingga Andaikan Serangan Teror Terjadi saat Aksi 212

Rabu, 15 Desember 2021 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Mantan Sekertaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman angkat suara soal tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) mendakwanya berbaiat ke pimpinan ISIS Abu Bakr Al Baghdadi termasuk hendak melancarkan aksi teror.

Baiat itu disebut jaksa berlangsung di salah satu kampus kawasan Ciputat, Tangerang Selatan.

Menurut Munarman, kehadirannya dalam acara diskusi publik tahun 2014 itu adalah suatu yang tidak melanggar hukum.

Baca Juga:

Munarman Sebut Dirinya Jadi Target Kepolisian karena Bela Kematian 6 Laskar FPI

"Bila saya merasa perlu untuk mendapatkan informasi dari suatu acara diskusi atau seminar, maka saya hadir saja," kata Munarman dalam eksepsinya di PN Jaktim, Rabu (15/12).

Menurut Munarman, kegiatannya di UIN itu tidak melanggar hukum.

Selain itu, dia menjelaskan soal kedatangannya pada acara seminar di Markas FPI Makassar.

Munarman menyebut dia hanya menjadi pembicara pada acara yang disebut melakukan baiat.

"Kehadiran saya pada acara seminar dan diskusi tanggal 24 dan 25 Januari 2015 di Kota Makassar, baik di markas FPI maupun di pondok pesantren adalah murni karena undangan dari pihak panitia," tuturnya dengan nada tinggi.

Ia mengaku tidak pernah berhubungan dalam konteks di luar keperluan seminar, baik sebelum maupun sesudah acara seminar.

Munarman kemudian menyebut dia juga hanya hadir sebagai undangan dalam seminar dan diskusi di Medan.

Ia menyebut dirinya aktif sebagai pembicara acara sejak 1990-an.

"Tidak terbatas hanya pada satu kelompok saja," lanjutnya.

Baca Juga:

Kuasa Hukum Tak Akan Wakili Munarman Bacakan Surat Pembelaan

Munarman menilai, dakwaan jaksa tidak masuk akal.

Dia kembali menegaskan bahwa dalam rangkaian acara yang ada dalam surat dakwaan jaksa hanya sebagai pembicara dan tidak melanggar hukum.

"Bagaimana bisa dikaitkan? Di luar konteks seminar, saya tidak pernah berbicara, berkomunikasi atau bentuk interaksi lainnya dengan kelompok yang dituduh terlibat terorisme tersebut," ujar Munarman dengan sedikit terisak.

Dengan nada tinggi, Munarman menyebut perkara yang menjeratnya hanya dagelan.

Ia menyatakan, jika dirinya terlibat kasus terorisme, maka sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Joko Widodo sudah tewas saat menghadiri Aksi 212 pada Desember 2016.

"Akal sehat orang waras sudah pasti melihat bahwa perkara a quo hanya dagelan. Sebab, bertentangan dengan logika akal sehat," kata dia terheran-heran.

Menurutnya, jika ia terlibat kasus terorisme karena mengikuti serangkaian acara pada 2014- 2015, maka para pejabat sudah celaka saat Aksi 212 di lapangan Monas, Jakarta.

Saat itu, kata Munarman, ia menjadi koordinator lapangan Aksi 212 yang dihadiri Presiden Jokowi dan Wakilnya Jusuf Kalla.

Beberapa pejabat juga hadir pada kegiatan itu, di antaranya Menko Polhukam, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dua mantan Kapolri, Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya. Lalu sejumlah aktivis hingga politikus.

Bila dirinya memiliki pemikiran sebagai seorang teroris, maka ia akan melihat momen itu sebagai kesempatan emas. Sebab saat itu, semua pejabat tinggi negara berada di dalam jangkauannya.

"Padahal akses saya terhadap gedung-gedung tersebut dan terhadap para pejabat yang saya temui terhitung tanpa halangan," tutup Munarman seraya mengeraskan suaranya.

Dalam perkara ini, jaksa telah membacakan dakwaan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Rabu (7/12).

"Terdakwa Munarman dan kawan-kawan merencanakan dan atau menggerakkan orang lain untuk ancaman kekerasan, untuk melakukan tindak pidana teroris dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, bermaksud untuk menimbulkan suasana teror," kata jaksa.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Munarman telah melanggar Pasal 14 atau Pasal 15 juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Selain itu, Jaksa juga juga memberikan dakwaan subsider Pasal 13 huruf c peraturan yang sama. (Knu)

Baca Juga:

Didakwa Ikut Agenda untuk Lancarkan Aksi Terorisme, Munarman Bingung

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan