Mengenal Besar Martokoesoemo, Advokat Pertama di Indonesia
Senin, 25 Januari 2016 -
MerahPutih Budaya - Dunia advokat dewasa ini sudah berkembang demikian pesat dan maju. Para pengacara juga kerap tampil di layar kaca, baik untuk membela kliennya, menanggapi kasus hukum aktual atau sekedar menunjukkan gaya hidup mewahnya di khalayak ramai. Bahkan sebuah stasiun televisi swasta ternama membuat tayangan khusus yang mewadahi kumpulan advokat untuk membahas kasus-kasus aktual yang terjadi di tanah air, khususnya terkait tema politik dan hukum.
Publik tanah air tentu saja tidak asing dengan sederet nama-nama pengacara kondang, semisal Adnan Buyung Nasution, Suardi Tasrif, Yusril Ihza Mahendra, dan sebagainya. Mereka memiliki nama besar dan kerap tampil menghiasa layar kaca di tanah air. Bahkan tidak jarang kasus-kasus yang mereka tangani begitu menyita perhatian masyarakat.
Lantas siapakah Advokat pertama di tanah air?
Advokat pertama di Indonesia adalah Besar Martokoesoemo, lahir di Brebes pada tahun 1893. Ia membuka kantor hukumnya di Tegal pada tahun 1923. Selama menjadi pengacara, Besar banyak membela penduduk miskin yang berususan dengan hukum. Sejumlah pengacara yang tergabung dalam firma hukumnya juga membela Sukarno (Presiden pertama Indonesia) yang disidang di Landraad (cikal bakal pengadilan negeri) Bandung pada tahun 1930.
Pada saat Indonesia diduduki Jepang, Besar menjabat sebagai residen (wali kota) Pekalongan. Tiga tahun menjabat sebagai Wali Kota Pekalonangan, pada tahun 1945 Besar dipaksa mundur oleh sekelompok pemuda revolusioner. Setelah itu Besar memutuskan bergabung dengan Kementerian Kehakiman dan diangkap sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kehakiman. Sampai tahun 1959 ia memegang jabatan tersebut.
Bagi khalayak umum nama Besar Martokoesoemo tentu saja amat asing di telinga. Ia tidak memiliki nama besar, bahkan hingga kini tidak ada gelar pahlawan yang disematkan kepada dirinya. Selama hidupnya Besar tidak pernah masuk partai politik manapun, ia mencurahkan hidupnya untuk profesi advokat.
Sepak terjang Besar Martokoesoemo digambarkan Daniel S Lev, seorang guru besar ilmu politik Universitas Washington, Amerika Serikat. Dalam bukunya berjudul "Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan", Daniel memaparkan sepak terjang Besar. Bahkan Daniel mengakui bahwa Besar adalah sosok yang cukup berpengaruh terhadap dirinya.
Setelah tamat dari MULO pada tahun 1909, Besar memasuki Rechtsschool yang harus ditempuh selama 6 tahun dengan pelajaran utamanya adalah hukum pidana. Usai tamat dari Rechtsschool ia menjadi pegawai yang diperbantukan (Ambtendnar ter beschikking) pada Landraad Pekalongan dengan bekerja sebagai panitera.
Hanya beberapa tahun saja ia bekerja di landraad Pekalongan, kemudian ia memutuskan pergi ke Belanda untuk meraih gelar sarjana hukum. Pada tahun 1923 ia kembali ke tanah air dan membuka kantor hukum di Tegal.
"Ia membuka kantor di Tegal karena keluarganya tinggal disana, dan mungkin karena beberapa orang advokat Belanda sudah buka praktik di daerah itu," tulis Daniel S Lev.
Daniel melanjutkan, awalnya niat Besar membuka firma hukum ditentang keras keluarganya. Sebab pihak keluarga lebih menginginkan Besar bekerja sebagai pamong praja ketimbang menjadi pengacara, terlebih bekerja sebagai pamong praja lebih memiliki "prestise" ketimbang sebagai advokat. Keinginan itu bukan tanpa alasan terlebih ayah Besar adalah seorang Jaksa.
Meski dengan berat hati dan disertai dengan gerutuan akhirnya keluarga menyetujui langkah Besar membuka kantor hukum. Seiring berjalannya waktu kantor hukum Besar berkembang dengan pesat. Ia merekrut sejumlah sarjana hukum Indonesia untuk bekerja di kantornya semisal Sastro Mulyono, Suyudi dan Sunardi. Besar juga membuka cabang baru di Semarang.
"Ia (Besar_red) amat mengutamakan kerja baik di antara pada advokat. Masing-masing advokat menerima bagian 600 gulden per-bulan ditambah dengan keuntungan," beber Daniel.
Selama menjadi advokat, Besar mendapatkan penghormatan dari para hakim-hakim Belanda. Sikap hormat yang ditunjukkan hakim-hakim Belanda disebabkan karena pengadilan adalah tempat tinggi untuk mencari keadilan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut advokat dipandang sebagai salah satu unsur penting dalam proses pencarian keadilan dan kepastian hukum.
Dari berbagai kasus-kasus yang ditangani olehnya, kasus membela rakyat miskin adalah kasus yang paling berkesan sekaligus membuat jengkel Besar. Betapa tidak dalam setiap sidang di landraad, hakim menggunakan bahasa Belanda dan jaksa menterjemahkan dakwaan hakim. Dalam perkara pidana di depan landraad terdakwa bangsa Indonesia asal desa duduk di lantai, membongkok dalam-dalam dan sangat ketakutan.
"Mr. Besar mengutarakan kesemuanya itu dengan kebencian yang sangat kentara terhadap sikap merendahkan diri orang Indonesia di depan pengadilan," tandas Daniel S Lev.
BACA JUGA:
- Mengenal Sistem Hukum dan Peradilan di Kerajaan Majapahit
- Jimly Asshiddiqie Yakin Benua Atlantis yang Hilang adalah Indonesia
- Rudi Sutopo Dilaporkan ke Pihak Berwenang
- Buntut Tewasnya Bripka Taufik, Polisi Sikat Sarang Narkoba
- Kejati DKI Jakarta Belum Tahu Rencana Ekspos Kasus Mirna