Transparan, Masker Wajah ini Bikin Kamu Merasa 'Normal'

Jumat, 19 Juni 2020 - Leonard

MEMASUKI masa kenormalan baru, masker wajah jadi hal yang wajib kamu punya. Pandemi COVID-19 memaksa warga dunia untuk terbiasa mengenakan masker dalam segala aktivitas.

Dulunya, masker wajah tak hanya jadi pelindung dari bahaya virus dan bakteri, tapi juga menjadi bagian mode, hingga simbol protes. Namun sayang, mengenakan masker membuat kamu tidak bisa bebas mengekspresikan isyarat dan emosi nonverbal.

Berangkat dari hal itulah, selama dua tahun terakhir, Institut Teknologi Federal Swiss Lausanne (EPFL) dan Laboratorium Federal Swiss untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan (Empa) mengembangkan inovasi baru. Mereka mengembangkan bahan transparan yang dapat menyaring udara melalui pori-pori kecil untuk mencegah penyebaran bakteri dan virus berbahaya. Selain itu, bahan tersebut juga memudahkan pasien membaca ekspresi wajah perawat atau dokter.

Baca juga:

Klub Sepakbola K League Ini Didenda Rp1,2 Miliar Gara-Gara Boneka

1
Masker ini dikenal dengan nama HelloMasks (Foto: world-today-news)

Masker transparan ini dinamai HelloMasks. Penutup wajah baru ini dimaksudkan menggantikan topeng tiga lapis biru, putih, atau hijau yang dipakai perawat dan dokter. Kepala Essential Tech Center EPFL Klaus Schonenberger, yang membantu dalam transfer teknologi untuk membawa pasokan medis inovatif ke negara-negara berkembang, mengatakan ide tersebut muncul setelah mereka bekerja di negara Afrika Barat selama wabah Ebola pada 2015.

Ia mengatakan sungguh menyentuh melihat para perawat menutupi kepala hingga ujung kaki dengan alat pelindung. Mereka menyematkan foto diri di dada mereka sehingga pasien dapat melihat wajah mereka. "Sayangnya, foto-foto itu tidak akan membantu teman-teman pasien tunarungu, yang mengandalkan membaca bibir," jelasnya.

Kepada Popular Mechanics, Schonenberger mengamini keterbatasan itu. Namun, pada saat itu, tidak ada bahan transparan berpori untuk bernapas. Jadi peneliti EPFL dan Empa merancang membran polimer untuk masker bedah.

Baca juga:

Layani Penumpang, Awak Kabin Qatar Airways Kenakan APD Lengkap

2
Ide masker ini muncul dari kasus virus Ebola pada 2015. (Foto: twitter)

Karena serat polimer hanya berukuran 100 nanometer, yakni sekitar 1/1.000 lebar rambut manusia, pori-porinya memiliki ukuran yang mirip dengan yang digunakan pada masker bedah konvensional. Artinya, udara dapat mengakses secara bebas, tapi akan terlalu besar bagi virus dan bakteri untuk menembus.

Untuk membuat bahan polimer, para peneliti beralih ke metode produksi serat umum yang disebut electrospinning. Teknik itu menggunakan kekuatan listrik untuk menarik benang polimer yang dibebankan. Untuk produksi skala besar, para ilmuwan mengadaptasi sedikit dari metode itu sehingga mereka dapat menghasilkan polimer dalam gulungan. Kemudian, pekerja akan membuat masker di Swiss.

Lebih jauh, para ilmuwan menyadari masker wajah yang digunakan masyarakat umum telah mengotori setiap sudut kota. Mereka pun memastikan bahan polimer yang terdiri dari 99% bahan turunan biomassa yang sebagian besar dapat terbiodegradasi.

EssentialTech Center EPFL telah memulai sebuah startup bernama HMCARE untuk menjual masker baru. Mereka juga telah mengumpulkan hampir Rp 15 miliar untuk memproduksinya. Para profesional medis akan mendapatkan akses pertama untuk masker pada awal 2021, diikuti oleh dokter gigi.(lgi)

Baca juga:

'Somos La Luz' Penghargaan Bagi Para Tenaga Medis

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan