Legislator Harap KUHAP Baru Wajib Akui 'Living Law' dan Restorative Justice Demi Keadilan Adat
Selasa, 27 Mei 2025 -
Merahputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Benny Utama, menggarisbawahi urgensi pembaruan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Ia menekankan pentingnya penetapan batas waktu yang jelas untuk penyelidikan dan pengaturan yang transparan untuk gelar perkara, demi menjamin kepastian hukum dan keadilan.
Benny mengkritisi praktik P18-P19 atau pengembalian berkas perkara yang sering bolak-balik, menyatakan bahwa hal tersebut menciptakan ketidakpastian hukum dan perlu dibatasi.
"Mekanisme penghentian penyelidikan juga perlu diatur dengan jelas, misalnya ketika tidak cukup bukti permulaan,” ujar Benny dalam keterangannya, Selasa (27/5).
Baca juga:
Legislator Soroti Urgensi Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas pada Revisi KUHAP
Ia juga menyoroti kebutuhan akan gelar perkara yang melibatkan berbagai pihak relevan seperti penasihat hukum, jaksa, dan ahli, guna meningkatkan transparansi dalam proses hukum.
Lebih lanjut, Benny mendorong pengadopsian prinsip restorative justice yang sudah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia, seperti yang terlihat dalam hukum adat.
Ia berpendapat bahwa KUHAP yang baru harus mengakomodasi "living law" atau hukum yang hidup di masyarakat, termasuk hukum adat dan kebiasaan setempat, untuk diselaraskan dengan sistem hukum nasional.
Baca juga:
Legislator Desak Penguatan KUHAP untuk Hentikan Kekerasan pada Tersangka
Ia berharap RUU KUHAP ini akan menjadi "karya agung" yang modern namun tetap berlandaskan kearifan lokal, serta mampu berpihak pada keadilan masyarakat Indonesia.
“Waktu kita masih ada untuk menyempurnakan ini. Mari kita rumuskan KUHAP yang benar-benar berpihak pada keadilan masyarakat Indonesia,” pungkasnya