Kritik Firli Bahuri, Koalisi Sipil Tembakan Laser "Berani Jujur Pecat" ke Gedung KPK
Senin, 28 Juni 2021 -
MerahPutih.com - Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi untuk menolak pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (28/6) malam. Aksi kali ini terbilang kreatif, yakni dengan menembakan laser bertuliskan "Berani Jujur Pecat" ke Gedung KPK, Jakarta.
Tembakan laser berkelir merah dan hijau tersebut juga membentuk tulisan lain seperti, "Mosi Tidak Percaya", dan "Rakyat Sudah Mual".
Baca Juga
Kasatgas Pembelajaran Antikorupsi Desak Sekjen KPK Buka Hasil TWK
Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Asep Komaruddin mengatakan, aksi tersebut digelar untuk menyuarakan perjuangan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Juga menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga antikorupsi ini dari cengkeraman oligarki," kata Asep dalam keterangannya, Senin (28/6)

Menurut Asep, alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan syarat lulus TWK merupakan upaya bagi pelemahan KPK. Apalagi, imbasnya akan memecat 51 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan dan penyidik-penyidik terbaik KPK lainnya.
"Diduga kuat tes yang kontroversial ini adalah usulan dari Ketua KPK saat ini, Firli Bahuri. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai, tes yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi ASN ini, cacat prosedur," ujarnya.
Asep mengatakan upaya pelemahan KPK tidak hanya terjadi saat ini. Menurut dia, pelemahan KPK di era pemerintahan Presiden Jokowi sudah terlihat sejak Oktober 2019, ketika revisi UU KPK disahkan. Meskipun memicu sejumlah aksi penolakan di berbagai daerah, UU tersebut tetap disahkan.
"Usaha pelemahan ini kemudian semakin nyata dengan diangkatnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, padahal Firli pernah dinyatakan melanggar kode etik ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK," ujar Asep.
Oleh karena itu, Asep menyebut upaya pelemahan KPK akan semakin memperburuk integritas lembaga antirasuah sebagai pemberantas korupsi di negeri ini. Hal ini juga akan berimbas pada massifnya praktik korupsi di Indonesia.
“Tidak hanya itu, kerusakan lingkungan khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan akan semakin menjadi-jadi, karena salah satu celah korupsi adalah saat kepala daerah memberikan atau memperpanjang izin kepada perusahaan untuk membuka lahan, ini merupakan bagian dari praktek state capture corruption," katanya.
Dirinya lantas mencontohkan, selama tiga kali berturut-turut KPK telah berhasil menangkap Gubernur Riau dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), dengan dugaan kasus pemberian izin ilegal untuk pembukaan lahan di Provinsi Riau.
Selain itu, kasus tangkap tangan beberapa petinggi Sinar Mas yang melakukan suap terhadap anggota DPRD Kalimantan Tengah terkait proses perizinan dalam kawasan hutan. Juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, yang merupakan terpidana korupsi atas pemberian izin pertambangan.

Asep meyakini, kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia sejatinya tidak lepas dari praktik korupsi. Misalnya saat pilkada serentak, hal ini dapat menjadi ancaman kerusakan hutan.
"Dugaan itu muncul seiring pemangkasan dan kemudahan izin pelepasan kawasan hutan yang dikhawatirkan menjadi modal transaksi politik," tandas Asep. (Pon)
Baca Juga
TWK Bagian dari Operasi Intelijen untuk Singkirkan Pegawai KPK?