KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang
Senin, 15 September 2025 -
MerahPutih.com - Pengamat politik, Jerry Massie, mengkritik kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membatasi akses ijazah calon presiden dan wakil presiden ke publik.
Jerry menilai, kebijakan tersebut tidak hanya menutup ruang keterbukaan, tetapi juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Itu sama saja menutup ruang pengawasan masyarakat,” kata Jerry kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/9).
Jerry juga memperingatkan, bahwa langkah KPU berpotensi menodai demokrasi Indonesia.
Baca juga:
Istana Tidak Bakal Ikut Campur Soal Larangan Dokumen Capres Cawapres Dikunci KPU
“Kalau begini, kita seperti negara komunis, Korea Utara atau China, yang menutup akses informasi publik,” katanya.
Menurutnya, selama ini publik dapat dengan mudah mengakses data capres dan cawapres melalui situs resmi KPU tanpa menimbulkan persoalan.
Jadi, ia menilai rencana pembatasan informasi justru menimbulkan kecurigaan.
“Jangan-jangan ini untuk menutupi sesuatu. Misalnya, dugaan penggunaan ijazah palsu,” ujarnya.
Baca juga:
Ijazah Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Jokowi: Nanti Sampai Kelulusan Jan Ethes Ikut Dipermasalahkan
Ia menegaskan, aturan KPU tidak boleh melampaui ketentuan undang-undang. Sebab, aturan Mahkamah Konstitusi (MK) saja bisa dikritik, apalagi aturan KPU.
“Saya yakin kebijakan ini akan digugat,” tambahnya.
Diketahui, ada beberapa dokumen capres-cawapres yang tidak bisa dibuka ke publik tanpa persetujuan, termasuk ijazah.
Baca juga:
Hal tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU, yang dikutip Senin (15/9).
"Informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua dikecualikan selama jangka waktu lima tahun, kecuali: a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis, dan/atau; b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik," tulis Ketua KPU, Affifudin. (knu)