Koalisi Sipil Kritik Pengesahan RUU KUHAP, Dinilai Manipulatif dan Pasal Rentan Kriminalisasi

Rabu, 19 November 2025 - Soffi Amira

MerahPutih.com - DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam Sidang Paripurna, Selasa (18/11).

Pengesahan berlangsung di tengah gelombang penolakan masyarakat sipil yang menilai sejumlah pasal dalam beleid baru tersebut berpotensi membuka ruang kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.

"Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyebut proses pembahasan RUU KUHAP sarat manipulasi," tulis Koalisi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (19/11).

Koalisi menyebutkan, dalam rapat Panitia Kerja (Panja), pemerintah dan Komisi III DPR mempresentasikan sejumlah pasal yang diklaim berasal dari masukan organisasi masyarakat sipil.

Namun, menurut koalisi, beberapa bunyi pasal justru berbeda substansi dengan masukan resmi yang mereka serahkan melalui RDPU maupun draf tandingan.

Baca juga:

Tanggapi Ramai Hoaks KUHAP, Ketua Komisi III DPR Tegaskan Tugasnya untuk Meluruskan

Koalisi menilai langkah itu sebagai “orkestrasi kebohongan” untuk memberi kesan seolah aspirasi publik telah diakomodasi.

Secara substansi, lanjut Koalisi, ada banyak pasal yang dianggap bermasalah dan berpotensi melanggar prinsip fair trial. Salah satunya Pasal 16 yang memperluas operasi undercover buy dan controlled delivery ke semua tindak pidana tanpa batasan maupun pengawasan hakim.

Selain itu, Pasal 5 memungkinkan penangkapan, penggeledahan, hingga penahanan pada tahap penyelidikan, saat tindak pidana belum terkonfirmasi.

Koalisi juga menyoroti RUU KUHAP yang tetap tidak mewajibkan izin hakim untuk penangkapan, penahanan, penyadapan, penyitaan, maupun pemblokiran data. Sejumlah pasal disebut membuka peluang penjebakan, kriminalisasi, serta penyalahgunaan kewenangan.

Baca juga:

Ketua Komisi III DPR RI Klarifikasi Sejumlah Pasal RKUHAP yang Tuai Kritik Publik

Mereka juga menilai konsep restorative justice dalam RUU ini berpotensi menjadi ruang gelap karena otoritas penghentian penyelidikan tidak diawasi secara ketat.

Selain itu, kewenangan besar yang diberikan kepada Polri dianggap menjadikan lembaga tersebut terlalu dominan, sementara mekanisme bantuan hukum dinilai ambigu. Koalisi juga menyoroti pasal yang dinilai diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, termasuk peluang penahanan tanpa batas yang dinilai sebagai bentuk arbitrary detention.

Atas berbagai catatan itu, Koalisi Masyarakat Sipil mengeluarkan somasi terbuka kepada Presiden dan DPR. Mereka mendesak agar RUU KUHAP ditarik dari pembahasan Tingkat II, dibuka ke publik, serta dibahas ulang secara substansial untuk memastikan sistem peradilan yang akuntabel, transparan, dan menghormati hak asasi manusia. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan