Kejar Untung Dari Transisi Energi Terbarukan dan Jual Kredit Karbon

Selasa, 26 April 2022 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Transisi global menuju energi baru terbarukan, nol emisi, dan digitalisasi ditargetkan paling lambat bisa terealisasi tahun 2060. Pada 2025, Pemerintah Indonesia menetapkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan akan mencapai 23 persen untuk pembangkit listrik.

Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia membentuk Carbon Market Hub sebagai komitmen mendukung realisasi transisi energi yang didorong pemerintah pada Presidensi G20 Indonesia 2022.

Baca Juga:

Pemerintah Targetkan Nol Emisi Karbon di Tahun 2060

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan Carbon Market Hub merupakan satu dari setidaknya dua inisiatif yang ditargetkan B20 dalam Presidensi G20 Indonesia.

"Ini dilakukan setidaknya melalui dua inisiatif yaitu upaya pembentukan Carbon Market Hub di Indonesia serta inisiatif blended finance untuk transisi energi hijau. Ini sedang kami upayakan di B20 menjadi legacy outcome," katanya.

Shinta yang juga Ketua B20 menjelaskan, dalam kemitraan energi hijau di sektor transportasi, pihaknya mendukung suksesnya program biofuel nasional dan pengembangan Electrik Vehicle (EV).

Program-program tersebut, kata ia, akan ditambahkan dengan upaya lain misalnya kerja sama pendanaan pertumbuhan bauran energi terbarukan di Indonesia. Selain itu juga akan diupayakan secara bertahap, tidak lagi menggunakan pembangkit listrik tenaga fosil.

Ia menegaskan, Kadin juga siap melakukan kampanye dan mencari mitra dari negara-negara anggota G20. Langkah itu dilakukan guna mendukung percepatan transformasi moda udara, darat dan laut ke digital, atau elektrik, sebagai upaya mengurangi penggunaan energi fosil.

Shinta menuturkan, pentingnya kolaborasi dunia usaha secara global untuk mendukung transisi energi. Isu tersebut harus dilakukan oleh semua negara tanpa kecuali, agar bisa menekan efek negatifnya terhadap perubahan iklim, keberlangsungan ekonomi dan lingkungan hidup.

"Di Business 20 (B20) Indonesia khususnya, kami mendorong adanya kolaborasi yang lebih dalam antara negara maju dan berkembang. Baik dari segi pendanaan maupun kerja sama teknologi dan manpower. Baik melalui investasi, perdagangan, exchange dan lainnya," ucap Shinta.

Dalam implementasi transisi energi di Tanah Air, Kadin berharap hal itu dapat terus memperoleh dukungan kebijakan yang konsisten, tepat sasaran dan proporsional.

"Transisi ini perlu dilakukan secara bertahap dan didukung oleh iklim usaha yang lebih terbuka dan favorable terhadap investasi dan pengembangan teknologi energi terbarukan," katanya.

Hal ini dikatakannya, tidak hanya akan berpengaruh pada pemberian insentif usaha, peningkatan efisiensi ataupun kemudahan iklim investasi di sektor energi terbarukan saja.

Dukungan yang diberikan juga akan berpengaruh terhadap kebijakan subsidi dan konsumsi energi fosil nasional yang secara bertahap harus dikurangi atau dialihkan ke energi terbarukan.

"Dengan demikian, transisi energi nasional bisa berjalan mulus dan realistically achievable dalam jangka menengah tanpa memberikan beban yang berlebihan kepada masyarakat, pelaku usaha maupun pemerintah," pungkas Shinta.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan,penerapan ekonomi hijau atau green economy akan mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Penerapan ekonomi hijau salah satunya dilakukan dengan implementasi kebijakan harga karbon dalam bentuk carbon cap and trade, serta pemungutan pajak karbon pada 2023.

"Pemerintah Indonesia telah menetapkan arah kebijakan melalui Pembangunan Rendah Karbon. Dengan menggunakan Nationally Determined Contributions (NDC). Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030," kata Airlangga.

Pengunjung saat menikmati indahnya kawasan ekowisata mangrove yang ada di Desa Tampara, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Minggu (24/4/2022) (ANTARA/Saharuddin)
Pengunjung saat menikmati indahnya kawasan ekowisata mangrove yang ada di Desa Tampara, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Minggu (24/4/2022) (ANTARA/Saharuddin)

Pada 2019, pemerintah juga mendirikan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dalam rangka meningkatkan kualitas pembiayaan hijau. Pemerintah juga telah menetapkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Selain itu, lanjut ia, terdapat juga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyempurnakan berbagai undang-undang lintas sektor, khususnya untuk Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Tujuan utama dari peraturan-peraturan ini adalah untuk menciptakan kemudahan berbisnis tanpa mengurangi standar, keselamatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan," kata Airlangga.

Indonesia, sebagai negara Pihak pada UNFCCC, telah memberikan komitmen untuk menurunkan emisi GRK 29 persen, dari skenario emisi GRK secara BAU, dimana pada tahun 2030 emisi GRK diproyeksikan sekitar 2.881 GtCO2e.

Pada tahun 2015, tercatat nilai perdagangan karbon global sekitar USD 50 miliar, dimana 70 persen dari total tersebut dihasilkan dari Emission Trading System dan 30 persen dihasilkan dari Carbon Tax.

Paling tidak, dengan berbagai keunggulan dari luas area hutan dan mangrove di dalam negeri, emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton, dan jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga USD 5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai USD 565,9 miliar atau setara dengan Rp 8.000 triliun. (Asp)

Baca juga:

Forum B20 Bahas Pasar Karbon dan Penyaluran Dana Biayai Transisi Energi

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan