Jokowi Masih 'Tersandera' Partai Politik

Selasa, 20 Oktober 2020 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Pada akhir periode pertama menjabat Presiden, Joko Widodo menjanjikan komitmen membangun Indonesia semaksimal mungkin. Ia menyinggung statusnya sebagai petahana memungkinkan dirinya memperjuangkan upaya terbaik bagi negara.

Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai kondisi ini seharusnya membebaskan Jokowi dari tekanan politik dari partai pengusungnya.

Baca Juga:

Jokowi Ingatkan Semua Pihak Dampak Besar La Nina

Namun hingga detik ini, realitas Jokowi lepas dari belenggu partai politik tak semulus klaimnya yang lalu. Mestinya, Jokowi tak lagi harus memelihara komitmen untuk menjaga dukungan di pemilihan selanjutnya.

Jajaran menteri yang ditetapkan Jokowi tiga hari setelah pelantikannya di periode kedua justru banyak merangkul unsur dari partai politik.

"Tapi faktanya susunan kabinet Jokowi-Ma'ruf 50 persen dari parpol," ujar Karyono kepada wartawan, Selasa (13/10).

Pada Kabinet Indonesia Maju, sebanyak 17 kursi menteri diisi sosok dari unsur parpol. Partai pengusung Jokowi seperti PDI Perjuangan dapat empat kursi, Golongan Karya tiga kursi, Partai Kebangkitan Bangsa tiga kursi, Nasdem tiga kursi, dan Partai Persatuan Pembangunan satu kursi.

Sebanyak dua kursi menteri bahkan diberikan kepada partai lawan Jokowi di dua pilpres berturut-turut, yakni Gerindra. Prabowo Subianto diberi jabatan Menteri Pertahanan dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Ini artinya setengah dari seluruh kursi menteri diisi unsur Parpol.

Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin. (Foto: setkab.go.id)
Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin. (Foto: setkab.go.id)

Alih-alih melepaskan ikatan politik, Karyono menduga ini merupakan strategi Jokowi memperkuat pemerintahannya di periode kedua.

"Pak Jokowi ingin pemerintahannya di periode kedua ini kuat secara politik. Dia ingin dapat dukungan politik yang kuat, dengan tujuan menyukseskan agenda atau program pembangunan yang dicanangkan," jelasnya.

Asumsi itu merujuk pembuktian pada situasi saat ini. Banyak produk Undang-Undang usulan pemerintah lolos dengan mulus menjadi kebijakan meskipun banyak perlawan publik. Yang teranyar Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Sejak draf masih disusun pemerintah sampai diketok di Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, UU yang dibuat dengan harapan membuka lapangan pekerjaan tersebut menuai banyak protes. Baik dari unsur buruh, mahasiswa, sampai organisasi masyarakat.

Namun seolah tak digubris, pembahasan UU Cipta Kerja lanjut terus di tangan pemerintah dan DPR. Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan omnibus law tersebut, kecuali Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, partai oposisi pemerintah.

Baca Juga:

Akumulasi Kekecewaan Pada Jokowi

Namun ini tak kemudian membuat kepentingan yang terbaik bagi negara dan rakyat terakomodir seperti janjinya tahun lalu. Kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi justru diklaim cenderung menurun di periode kedua.

"Dukungan politik yang kuat justru tidak berbanding lurus dengan tingkat kepuasan publik. Kalau dibandingkan dengan kinerja pemerintahan periode pertama dengan kedua, itu ada penurunan," ujarnya. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan