Jasa Besar Gus Dur sebagai Bapak 'Pluralisme' Indonesia: dari Penghapusan Diskriminasi hingga Gelar Pahlawan Nasional

Senin, 10 November 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11).

Penganugerahan ini diberikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto kepada keluarga besar Gus Dur dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Jakarta.

Jejak Perjuangan dan Pemikiran Gus Dur

Gus Dur lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, dari keluarga ulama terkemuka. Ia merupakan putra KH Wahid Hasyim, Menteri Agama pertama Republik Indonesia, sekaligus cucu KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Pesantren Tebuireng Jombang. Sementara ibundanya, Nyai Sholehah, adalah putri dari pendiri Pesantren Denanyar Jombang.

Baca juga:

Soeharto Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional, dari Prajurit PETA hingga Presiden 32 Tahun

Dari Penumpas G30S PKI hingga Pahlawan Nasional: Jejak Perjuangan Sarwo Edhie Wibowo

Sejak muda, Gus Dur dikenal cerdas dan gemar membaca. Ia menempuh pendidikan di berbagai lembaga, termasuk di Universitas Al-Azhar (Mesir) dan Universitas Baghdad (Irak), yang memperluas wawasannya tentang dunia Islam dan kebudayaan global. Ia juga sempat tinggal di Eropa dan aktif berorganisasi, bahkan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia.

Sekembalinya ke tanah air, Gus Dur bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), wadah intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

Pada tahun 1969, Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah Wahid dan dikaruniai empat anak: Taufiq Wahid, Alissa Wahid, Yaqut Cholil Qoumas, dan Ahmad Wahib Wahid.

Peran di Dunia Keagamaan dan Politik

Gus Dur kemudian aktif di dunia keagamaan dan menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 1984–1999.

Kepemimpinannya yang moderat dan terbuka membuat NU semakin dikenal luas sebagai ormas Islam yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan kebangsaan.

Dalam perjalanan politiknya, Gus Dur berhasil membangun koalisi partai-partai Islam di MPR dan memenangkan pemilihan Presiden tahun 1999, mengalahkan Megawati Soekarnoputri.

Baca juga:

Dari Pabrik Porong ke Istana Negara, Profil dan Perjuangan Marsinah hingga Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional

Presiden Pluralisme dan Pejuang Kemanusiaan

Selama menjabat, Gus Dur dikenal luas sebagai Bapak Pluralisme Indonesia. Ia menegakkan nilai-nilai kebhinekaan, memperjuangkan kesetaraan antaragama, serta menghapus diskriminasi terhadap warga Tionghoa dengan mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan perayaan Imlek.

Langkah-langkah progresifnya menjadikan Gus Dur sebagai simbol toleransi dan kemanusiaan.

Masa kepresidenannya berakhir pada 20 Oktober 2001, dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 RI. Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, dalam usia 69 tahun. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan