Isu Dugaan Minyak Babi di Wadah Program MBG, BGN Minta Tinjauan Muhammadiyah
Selasa, 30 September 2025 -
MerahPutih.com - Isu dugaan penggunaan minyak babi dalam wadah makan program Makan Bergizi Gratis (MBG) viral di media sosial. Menanggapi hal itu, Badan Gizi Nasional (BGN) meminta penilaian keagamaan dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Kepala BGN, Dadan Hidayana, menjelaskan bahwa sejak awal program MBG, sebagian besar wadah makanan masih dipasok dari luar negeri karena dianggap memiliki kualitas lebih baik.
Menurutnya, penggunaan minyak memang diperlukan dalam proses pembuatan food tray sebagai pelumas mesin saat pembentukan lembaran logam.
“Bahan utama wadah terdiri dari kombinasi kromium dan nikel, sehingga minyak tidak melekat pada produk jadi. Meski begitu, seluruh produk impor untuk MBG wajib memiliki sertifikat halal,” tegas Dadan.
Baca juga:
Food Tray MBG Diduga Mengandung Minyak Babi, Komisi IX DPR Desak BGN Koordinasi dengan BPOM
Ia juga membuka ruang bagi lembaga keagamaan, termasuk Muhammadiyah, untuk meninjau langsung pabrik maupun proses produksinya.
“Muhammadiyah bisa meninjaunya. Setahu saya, babi kalau dimakan haram, kalau menempel najis. Nah bagaimana kalau sudah dibersihkan, silakan ditinjau dari sisi fikih,” katanya melalui keterangan di situs Muhammadiyah, Selasa (30/9).
Dari sisi keagamaan, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid, menilai wadah makan berbahan nabati pada dasarnya boleh digunakan. Ia menekankan bahwa produksi dalam negeri relatif lebih terjamin.
“Kalau dibuat di Indonesia, insyaAllah halal. Kita husnudzan itu halal,” ucap Wawan.
Baca juga:
Bantah Isu Minyak Babi di Nampan MBG, Kepala BGN: Sudah Dapat Sertifikat Halal
Namun, untuk produk impor, ia menegaskan perlunya kajian lebih mendalam guna memastikan kehalalannya. Ia juga mengingatkan bahwa di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah tegas mengharamkan penggunaan bahan dari babi, begitu pula sebagian ulama di Nahdlatul Ulama.
Menurut Wawan, dalam perspektif fikih prinsip utama yang harus dipegang adalah memilih yang halalan thayyiban sebagai bagian dari menjaga agama (hifz al-din). Karena itu, Majelis Tarjih akan meninjau kembali persoalan ini melalui kajian fikih dan teknis untuk memberikan kepastian dan rekomendasi. (Knu)