Interaksi Sosial yang Tak Lepas dari Kehidupan Manusia
Sabtu, 26 September 2020 -
KONSEP kenormalan baru yang sudah diberlakukan semenjak COVID-19 mewabah membuat kegiatan sosial mendadak terhenti. Komunikasi dengan rekan kerja tidak dilakukan secara langsung. Acara sosial dibatalkan, pesta, sekolah, potlucks dan kegiatan interaksi lainnya hanya ada di masa lalu.
Berinteraksi dengan kolega, teman gym, tetangga, teman, guru anak-anak, keluarga besar, orang asing semuanya tidak lagi penting. Lagipula, salah satu upaya untuk mengontrol penyebaran COVID-19 adalah dengan social distancing. Belum lagi dengan pemakaian masker wajah yang semakin membuat proses komunikasi seperti berbicara dan mendengarkan menjadi lebih menantang.
Baca Juga:
Dengan berbagai keterbatasan tersebut membuat kita membenarkan dan merasionalisasikan tidak menelepon teman lama itu atau tidak berpartisipasi dalam aktivitas sosial lainnya. Jangan salah! Menjaga hubungan sosial dan keterampilan sosial kita sangat penting untuk kesehatan mental dan untuk melewati waktu ini dengan kesehatan emosional dan kesejahteraan yang utuh. Berikut empat alasan mengapa tetap terhubung dengan orang lain itu penting.
1. Kita tercipta untuk saling terhubung

Sebagai makhluk sosial, Tuhan mendesain manusia untuk saling terhubung. Kita belajar untuk percaya bahwa kebutuhan kita akan terpenuhi, dan bagaimana mengelola emosi kita, dan bagaimana merasakan dan memberikan cinta melalui keterikatan kita pada orang lain. Bahkan jika kamu hidup sendiri, sangat mandiri, atau tertutup, kebutuhan akan hubungan sosial untuk menjaga kesehatan mental tetap ada.
"Ketika kita mengisolasi diri kita sendiri atau membatasi diri kita hanya pada lingkungan terdekat kita. Kita menjadi sedih, tertekan, dan menemukan cara-cara yang menyimpang dalam memandang dunia dan masa depan kita," tutur psikolog Jill P Weber, Ph.D.
Berada di sekitar orang lain membantu kita mempertahankan perspektif yang realistis, tetap optimis, dan mengatur pengalaman emosional kita. Weber mengatakan bahwa kita membutuhkan referensi hidup dari orang lain untuk membuat kita tetap stabil dan membumi.
"Tanpa koneksi kita lebih mudah untuk hanya melihat hal buruk di dunia, terjebak dalam spiral pemikiran negatif, dan menjadi marah dan tidak termotivasi," kata Weber. Berhubungan dengan orang lain akan membantu kita melihat diri sendiri, dunia, dan masa depan dengan cara yang lebih positif dan realistis.
2. Kesepian

Terhubung dengan zoom sepertinya tidak cukup. "Saya melihatnya pada anak-anak saya yang masih kecil setelah seharian penuh melakukan zoom kelas, mereka ingin berbicara dan berbicara serta berbicara. Mereka membutuhkan koneksi dan kita orang dewasa juga membutuhkannya," jelas Weber.
Bagi orang dewasa, mudah untuk tidak memperhatikan apa yang mungkin terjadi pada mereka pada tingkat yang lebih dalam. Menurut Weber jika individu merasa kesal, terlalu cemas, sedih, kurang sukacita, individu tersebut mungkin merasa kesepian.
"Kamu mungkin menemukan kegembiraan kembali jika menghabiskan lebih banyak waktu untuk berpartisipasi dalam acara jarak sosial, menelepon teman secara teratur, melakukan panggilan FaceTime bila ada waktu," sarannya. Momen kecil yang menyenangkan dapat membawa kebahagiaan dan rasa syukur yang abadi.
Baca Juga:
3. Salah tafsir sinyal sosial

Tidak mempertahankan interaksi sosial secara teratur membuat otot sosial melemah. "Kamu akan lebih sulit memahami seluk-beluk, sinyal non-verbal, bagian-bagian interaksi sosial yang intuitif atau naluriah," tegas Weber.
Selain itu, tidak berjumpa dengan orang secara teratur akan menimbulkan rasa tidak memiliki dan perasaan bahwa orang tidak peduli atau menginginkanmu. Ketika ini terjadi, seseorang cenderung salah menafsirkan motif orang lain atau bahkan melihat orang lain menentang kita. Pikiran negatif seperti, 'Mengapa dia menatapku seperti itu,' 'Apa yang dia maksud ketika dia mengatakan aku terlihat berbeda,' atau 'Dia memelototiku sepanjang waktu,' memenuhi ruang pikiran kita.
Menghindari interaksi sosial juga membuat seseorang tidak sinkron dengan orang lain. Alih-alih mengakui ini sebagai fakta dan dasar keterampilan yang dapat disatukan kembali, seseorang akan menebak-nebak dan mengkritik diri sendiri.
"Semakin enggan kita menjadikan hubungan dengan orang lain sebagai prioritas, bahkan melalui FaceTime dan pertemuan jarak sosial, semakin kurang sensitif dan kritis terhadap diri sendiri selama interaksi sosial Anda," terang Weber.
4. Jangan menghindar

Ada banyak sekali alasan untuk membenarkan sikap menghindar, terutama karena tidak ingin tertular COVID-19. Perubahan sikap yang terlalu berjarak membuat ekspektasi orang lain juga berubah sehingga orang benar-benar mengerti jika kamu tidak berpartisipasi atau membatalkannya di saat-saat terakhir.
Meskipun demikian, semakin kita menghindari interaksi sosial, semakin sulit jadinya. Melakukan hal ini secara kronis dapat menyebabkan kecemasan nyata seputar interaksi sosial hingga kamu menjadi cemas atau agorafobia (ketakutan pada tempat atau situasi tertentu yang menyebabkan kita terserang kepanikan) secara sosial. Kita pun menjadi enggan meninggalkan rumah.
"Penting mendorong diri kita sendiri untuk berinteraksi sehingga hubungan tidak menjadi sesuatu yang harus ditakuti dan agar kamu siap ketika dunia pasca pandemi terbuka," tukas Weber. (avia)
Baca Juga: