Ini Kritikan Pedas Para Buruh Buat Jokowi

Jumat, 01 Mei 2015 - Aang Sunadji

MerahPutih Nasional- Puluhan ribu kaum buruh gelar aksi "May Day" di depan Istana negara sejak pagi, Jumat (1/05). Mereka berasal dari Federasi Serikat Pekerja Logam, Eletronik dan Mesin atau FSP-LEM KSPSI. Sejumlah tokoh dari masing-masing kolompok buruh menyampaikan berbagai tuntutan kepada pemerintahan Jokowi. Mereka kritik pedas kepada rezim Jokowi. Kata mereka, selama 6 bulan memegang tampuk kekuasaan, Jokowi belum membawa tanda-tanda perbaikan kesejahteraan bahkan kemunduran.

Tokoh-tokoh buruh yang hadir dan memberi orasi di antaranya adalah Ketua Umum FSP-LEM Arif Minardi, Ketua Harian KSPSI Syukur Syarto, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Maritim (FSPMI) sekaligus Wakil Ketua Umum KSPSI, Moh Jumhur Hidayat dan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia, Yusuf Rizal.

Arif Minardi mengatakan, kaum buruh masih belum sejahtera. Katanya, bila mengacu pada standar Bank Dunia bahwa seseorang disebut miskin bila berpenghasilan kurang dari 2 USD per hari, maka seluruh buruh di Indonesia bisa dikatakan miskin. Buruh formal adalah suatu kekuatan nyata yang jumlahnya sekitar 40 juta orang.

"Puluhan ribu yang hadir di sini barulah FSP-LEM padahal ada 17 Federasi di bawah KSPSI. Suatu hari kita akan turun dengan jumlah yang jauh lebih besar dengan mengajak seluruh federasi KSPSI untuk turun bersama," katanya.

Sementara, Syukur Syarto menegaskan kinerja menteri-menteri masih belum baik, belum bisa angkat kesejahteraan buruh. Untuk itu ia meminta Jokowi segera mengganti menteri-menteri yang tidak bisa kerja tersebut. Terkait dengan BPJS utamanya Jaminan Pensiun. Ia meminta bahwa setelah pensiun buruh wajib menerima tunjangan 75% dari upah terakhir.

Adapun, Moh Jumhur Hidayat menuturkan, Pemerintahan Jokowi belum membawa tanda-tanda yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun demikian, Jumhur masih percaya dan yakin Presiden Jokowi tidak akan berada di ujung batas.

"Kita masih percaya kepada Presiden. Walau harga-harga semakin mahal akibat kebijakan-kebijakan aparaturnya. Dan, kita masih percaya Presiden, walau kebijakan pemerintahannya mau mengkerdilkan gerakan buruh," kata Jumhur.

Ia memberi contoh, seperti kebijakan Menaker yang hanya memperbolehkan serikat pekerja di tingkat perusahaan saja dan melarang pendampingan dari federasi serikat pekerja yang menjadi induknya untuk berunding dengan pengusaha dalam perumuskan Perjanjian Kerja Bersama.

Menurut Jumhur, Kebijakan tersebut jelas merugikan buruh karena tanpa pendampingan dari induk organisasinya seringkali buruh “diakali” oleh pengusaha dalam membuat perjanjian. Begitu juga dia menyatakan bahwa kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan telah membuat ribuan buruh pabrik pengolahan ikan di PHK akibat kekurangan suplai ikan. Selanjutnya dia mengatakan para menteri Jokowi seringkali membuat kebijakan tanpa meminta masukan dari pemangku kepentingan termasuk tidak meminta masukan kaum buruh. RPP Pensiun misalnya, seenaknya akan diputuskan 8 persen padahal belum diputuskan oleh Tripartit Nasional.

"Kita dalam 6 bulan ini masih percaya pada Presiden namun bisa saja berbalik setelah ini bila kebijakan-kebijakan pemerintah masih tidak fokus dan jelas. Yang pasti kaum buruh adalah barisan pelopor, dimana di seluruh dunia, perubahan sosial bisa terjadi bila dipelopori oleh kaum buruh sementara kaum lainnya akan mengikut dalam gerakan sosial itu," katanya.

Dan Yusuf Rizal mengucapkan, bahwa kebijakan-kebijakan para menteri banyak yang merugikan rakyat dan untuk itu Jokowi harus segera mengganti para menteri itu. Kalau Menaker terus menerus tidak bisa bekerja, ganti saja Menakernya.

"Demikian juga saat ini ada peraturan Menhub yang merugikan tenaga kerja di pelabuhan yaitu Permenhub N0. 60 ntahu 2014, maka ganti segera Menhubnya," pungkasnya. (hur)

Baca Juga:

6 Tuntutan Buruh untuk Presiden Jokowi
Sinkronisasi Visi-Misi, Jokowi Kumpulkan Bupati dan Walikota se-Indonesia Timur
Hari Buruh, Menteri Susi Risaukan ABK di Kapal Asing

 

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan