Golkar Nilai Putusan MK Hapus Presidential Threshold Mengejutkan

Kamis, 02 Januari 2025 - Frengky Aruan

MerahPutih.com - Partai Golkar menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, merupakan putusan yang sangat mengejutkan.

Sekjen Golkar Muhammad Sarmuji mengatakan, hal itu lantaran MK telah menguji sebanyak 27 kali Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

“Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 gugatan sebelumnya selalu menolak,” kata Sarmuji kepada wartawan, Kamis (2/1).

Dikatakannya, MK sebelumnya selalu menolak penghapusan presidential threshold karena untuk mendukung sistem presidensial di Indonesia bisa berjalan dengan baik.

Oleh karena itu, Sarmuji belum dapat berspekulasi langkah apa yang akan diambil Golkar merespons putusan MK tersebut.

Baca juga:

Komisi II DPR Tindaklanjuti Putusan MK Hapus Presidential Threshold

“Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama yaitu maksud diterapkannya presidensial treshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif,” ujarnya.

Diketahui, MK mengabulkan gugatan terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Enika Maya Oktavia Cs untuk seluruhnya. Dengan demikian, persyaratan presidential threshold 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara nasional dihapus

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

MK menyatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 222 yang mengatur persyaratan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ucap Suhartoyo. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan