Gempuran Kritikan PSI ke Anies Rawan jadi Blunder

Rabu, 22 Juni 2022 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Sejak masuk DPRD DKI Jakarta berdasarkan hasil Pemilu 2019 lalu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terus menempatkan diri sebagai oposisi Gubernur Anies Baswedan. Kritikan terus mereka lancarkan kepada orang nomor satu di Pemprov DKI itu di setiap programnya.

Langkah PSI yang terus-terusan mengkritik Anies ini dinilai Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga bisa menjadi pedang bermata dua, alias rawan blunder. Menurut dia, kritik yang terus digempur PSI hingga saat ini malah berdampak sangat menguntungkan bagi Anies Baswedan.

Baca Juga:

Giring Sang Penggerus Popularitas Anies dan Bumerang untuk PSI

Paling tidak, lanjut Jamiludin, nyatanya saat ini elektabilitas Anies terus meningkat seiring serbuan kritik dari partai yang diketuai Giring Ganesha ini. Anies pun terus menjadi pemberitaan media arus utama.

"Kritik yang tidak proporsional, membuat nama Anies semakin melambung. Hal itu terlihat dari elektabilitas Anies yang terus meningkat," kata Jamiludin saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Rabu (22/6).

Sebaliknya, Jamiludin melihat kritik terhadap Anies yang vulgar dan irasional membuat efek bumerang bagi PSI itu sendiri. Akibatnya, elektabilitas PSI cenderung statis. Bahkan survei terbaru Litbang Kompas, elektabilitas PSI sangat rendah.

"Jadi, kalau menyerang Anies menjadi bagian strategi PSI, maka kesalahan besar sudah dilakukan partai tersebut. Mengkritik Anies atas kebencian berpeluang membuat PSI semakin jauh dari rasionalistas. Hal ini akan merugikan PSI sendiri," ungkap dia.

Presiden Jokowi (kanan) didampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau sirkuit Formula E, di Ancol, Jakarta Utara, Senin (25/4/2022). ANTARA/HO-Biro Pers Setpres/Rusman/am

Lebih jauh, Jamiluddin melihat sikap PSI anti Anies Baswedan ini tidak lepas dari sejarah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017 lalu sampai sekarang. Kala itu, lanjut dia, PSI berada di barisan pendukung Calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"PSI yang mengusung Ahok kalah dalam Pikada tersebut tampaknya belum move on. Akibatnya, PSI kerap kehilangan kendali dalam mengkritik Anies," tutup Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Terbaru, PSI kembali mengkritik Anies terkait pasca-pelaksanaan Formula E. Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta merasa ada kejanggalan terkait pembayaran commitment fee atau biaya komitmen gelaran Formula E di bawah kepemimpinan Gubernur Anies.

Baca Juga:

Dihadiri Tokoh Politik Lintas Partai, Anies Sebut Formula E Jadi Ajang Pemersatu

Bahwasanya, JakPro harus membayar kekurangan commitment fee Jakarta E-Prix sebesar Rp 90,7 miliar untuk pelaksanaan tiga tahun. Utang sebesar Rp 90,7 miliar tersebut diketahui dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2021.

"Ada rekam jejak digitalnya PT JakPro pernah menyatakan commitment fee untuk tiga tahun adalah Rp 560 miliar, sekarang faktanya harus bayar Rp 90,7 miliar lagi," kata Ketua Fraksi PSI DPRD DKI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo, Senin (20/6) lalu.

Formula E. (Foto: FIA Formula E)

Namun, Jakpro telah memberikan klarifikasi per tahunnya nilai commitment fee Formula E sebesar 12 juta poundsterling, maka diakumulasi pelaksanaan selama tiga tahun menjadi 36 juta poundsterling. Pemprov DKI memang baru membayar commitment fee atau biaya penjamin 31 juta poundsterling atau setara Rp 560 miliar (kurs kala itu) dari APBD DKI.

Artinya, masih ada sekitar Rp 90,7 miliar yang memang belum dibayarkan Pemprov DKI ke Formula E Operation (FEO). Jakpro pun menegaskan tentang besaran jumlah commitment fee telah dibuka ke publik sejak awal, sekaligus menepis dugaan PSI terhadap Anies terkait transparansi biaya pelaksanaan Formula E. (Asp)

Baca Juga:

JakPro Buka-bukaan soal Utang Commitment Fee Formula E Rp 90,7 Miliar

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan